Penghentian Kasus Bunut Dipertanyakan

Cikole- Penghentian kasus dugaan korupsi penyelewengan dana jasa medis di RSUD R Syamsudin SH sebesar Rp. 6,5 Miliyar oleh Polres Sukabumi Kota, dipertanyakan oleh Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi.
Menurut Direktur FITRA, Ajat Zatnika yang dari awal mengungkap persoalan tersebut berdasarkan hasil temuan BPK RI tahun anggaran 2013, mengungkapkan kekecewaannya pada pernyataan Kapolres Sukabumi Kota, Diki Budiman dua hari lalu itu. Dirinya menganggap Kapolres tidak membaca dokumen hasil temuan BPK pada kasus tersebut,"Dia (Kapolres) belum membaca dokumennya, karena memang dokumen tersebut tidak boleh diakses oleh mereka (penyidik)," ujarnya.
Jadi, jika persoalan kasus tersebut dihentikan, dirinya mengatakan Polres harus membuat laporan terkait pemberhentian kasusnya. karena dirinya mengaku, sejauh ini belum menerima kabar ataupun hasil dari penyelidikan dari Polres Sukabumi tersebut, "Nanti saya akan minta, karena dari kemarin kami menunggu dari Polres tapi tidak diberikan dan sekarang ini kami sedang menyusun langkah berikutnya, "jelas ajat.
Dirinya berjanji akan mengusut tuntas persoalan tersebut. Menutnya, pimpinan RSUD R Syamsudin SH harus bertanggungjawab terhadap persoalan tersebut. an pihak-pihak berwenang jangan sampai meninggalkan atau tidak memperhatikan hasil audit BPK, karena masih banyak hasil temuan-temuan BPK yang tidak diperhatikan. "Kamipun tak akan meninggalkan begitu saja hasil audit BPK, kita tetap akan perkarakan nanti," tegasnya.
Dirinya berjanji akan terus mendesak pimpinan RSUD untuk tetap bertanggungjawab pada persoalan tersebut dan orang-orang yang seharusnya ikut serta mempertanggungjawabkannya, "Jangan sampai dibiarkan begitu saja, ini kepentingan orang banyak. Seperti raihan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang seharusnya Kota Sukabumi belum layak dan tak berhak mendapatkannya, apalagi tak memperhatikan poin-poin hasil temuan yang sudah ada, "paparnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi penyelewengan dana jasa medis di RSUD R Syamsudin SH sebesar Rp. 6,5 miliyar, ternyata sudah dihentikan penyelidikannya oleh Polres Sukabumi Kota. Hal itu mengacu pada hasil laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Informasi yang di himpun Radar Sukabumi dalam hasil perhitungannya, anggaran dana jasa medis tersebut tidak ditemukan adanya kerugian uang negara.
Diki menjelaskan untuk penanggulangan kasus korupsi dirinya tidak ma sembaranagan melakukan penyelidikan. Terbukti atau tidak ada dugaan korupsi, itu tergangtung kepada laporan audit dari BPKP.

Dapat di akses di http://radarsukabumi.com/?p=162739

FITRA Sukabumi dorong percepatan Reforma Agraia

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran atau FITRA Sukabumi, Jawa Barat, mendorong percepatan reformasi agraria karena kontribusi dari sektor pertanian di Kabupaten Sukabumi terus menurun.
'Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), dalam kurun waktu 2012-2013 luas lahan pertanian di Kabupaten Sukabumi terus berkurang yang pada 2012 mencapai 64.599 hektare menjadi 64.027 hektare di 2013 atau berkurang 572 hektare. Bahkan jumlah petani pun terus berkurang, dari 140.383 orang menjadi 124.646,' kata Manager Progam FITRA Sukabumi, Ajat Jatnika di Sukabumi, Sabtu.

Menurut dia, reformasi agraria perlu segera terlaksana, karena dengan semakin berkurangnya lahan pertanian dan jumlah petaniproduk domestik regional bruto (PDRB) dari sektor pertanian menurun Rp6 triliun/tahun dengan laju pertumbuhan 0,44 persen. Jika tidak ada solusinya, maka setiap tahunnya lahan pertanian dan petani akan semakin berkurang karena alih fungsi lahan.
Maka dari itu, dengan adanya reformasi agraria, diharapkan bisa dirasakan oleh masyarakat di Kabupaten Sukabumi, khususnya para petani. Reformasi agraria tersebut salah satunya mencakup penataan kepemilikan dan pemanfaatan pendayagunaan lahan. Sehingga, lahan yang masih tersisa saat ini bisa dipertahankan jangan sampai ada lagi alih fungsi seperti menjadi permukiman maupun industri.
'Namun sayangnya hingga kini isu reformasi agraria tidak pernah masuk dalam agenda perencanaan daerah, atau berbanding terbalik dengan mayoritas warga Kabupaten Sukabumi sebagai petani,' ucapnya.
Ke depannya Fitra Sukabumi juga akan mendorong agar reformasi agraria itu bisa menjadi bahasan di tingkat DPRD dan bisa mengundang Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI untuk bersama-sama memecahkan masalah tentang keagrarian. Selama ini, petani selalu menjadi subjek yang dirugikan dan yang untung hanya tengkulak.(ant/rd).

Dapat di akses di http://www.ciputranews.com/ibu-kota-daerah/fitra-sukabumi-dorong-percepatan-reformasi-agraria

Prona Hanya Bayar Materai dan Balik Nama

Warungkiara - Keluhan masyarakat Desa Sukaharja Kec. Warungkiara terkait biaya yang harus dibayar untuk mendapatkan sertifikat tanah yang masuk dalam Program Nasional (PRONA) mendapatkan tanggapan kementrian agraria dan Tata Ruang Kab. Sukabumi, kemarin (1/5).
Sebelumnya, warga Desa Sukaharja, Kec. Warungkiara mengeluhkan harus membayar Rp. 300 ribu untuk satu sertifikat. Padahal, Prona tersebut merupakan program gratis dari pemerintah untuk masyarakat tidak mampu.
Ketua Bidang P3 Kementrian Agraria dan Tata Ruang Kab. Sukabumi Syamsul Hilal menyatakan, harus ada penyamaan persepsi terlebih dahulu antara panitia kecil di daerah dengan masyarakat penerima manfaat dari prona.
"Bahwa prona ini tidak gratis akan tetapi dibayar oleh negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), "tandas Syamsul hilal kepada Radar Sukabumi kemarin.
Dalam proses untuk mendapatkan sertifikat tanah itu,lanjut syamsul memang ada biaya yang tidak ditanggung oleh APBN. Biaya tersebut antara lain biaya balik nama apabila ada kasus pemilik tanah yang dulu telah berganti  kepada pemilik yang sekarang. Namun urusan administrasinya belum diselesaikan dan juga biaya materai.
"Biaya balik nama dan materai itu tidak ditanggung oleh APBN," tegasnya
Selain itu Syamsul juga mengaku di lapangan ada orang yang tidak miskin dan juga menggarap lahan yang cukup luas, sehingga akibat keberadaan penguasaan lahan itulah yang menjadi masalah dalam prona.
"Kalau ada yang mampu dan memiliki lahan luas itu tidak bisa masuk alam prona. tetapi di lapangan nyatanya memang ada," paparnya.
Syamsul berpesan masyarakat agar berperan aktif dan bersama-sama dalam menyukseskan program tersebut. Namun, panitia kecil di daerah juga harus menyampaikan informasi yang utuh dan dapat di mengerti oleh masyarakat.
"Intinya harus ada transparansi informasi dari panitia kecil," imbuhnya.
Sebelumnya, warga Desa Sukaharja Kec. Warungkiara program yang seharusnya gratis, nyatanya ditarif Rp. 300 ribu per orang dan di duga tidak tepat sasaran.
Seperti yang dikeuhkan warga kampung Sukaharja Rt2/4 Desa Sukaharja Kec. Warungkiara. Ia mengatakan program tersebut tidak sampai kepadanya, padahal dirinya sangat berharap memiliki tanah bersertifikat dari program pemerintah itu.
"Informasinya terlalu singkat, katanya bayar Rp. 300rb bagi kami yang tidak punya uang, dana sebesar itu jelas sangat berat makanya kami tidak bisa ikut, "ujarnya kepada Radar Sukabumi.
Senada dikatakan salah satu Tokoh Masyarakat Sukaharja, Madro'i. Dirinya menilai program sertifikat tanah tersebut tidak tepat sasaran. Lantaran banyak masyarakat miskin yang tidak mendapatkan bagian terlebih dengan biaya Rp. 300rb.
"Banyak orang yang mampu masuk dalam program tersebut, saya berharap masyarakat miskin bisa ikut serta sebagimana prona itu diperuntukan" harapnya.
Lebih lanjut darinya juga mengkritisi pembayaran yang harus dikeluarkan warga. Terlebih sasaran program tersebut selayaknya diperuntukan bagi masyarakat miskin.
"Kalaupun tetap harus di pungut, seharusnya jangan terlalu mahal. Masyarakat miskin mana mampu membayar Rp. 300rb untuk makan saja sudah susah," kesalnya.
Saat program tersebut digulirkan, dirinya juga tidak mengetahui informasi itu, ia baru mengetahui tetangganya mendapatkan program tersebut. "Seharusnya program itu diinformasikankepada masyarakat miskin, baik langsung atau melalui RT/RW," harapnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Desa Sukaharja Adi Rukhiat membantah  jika pihaknya melakukan pemungutan. Ia mengklaim biaya Rp. 300rb tersebut berdasarkan hasil kesepakatan masyarakat. "Kita tidakmemaksa untuk membayar kepada masyarakat. itu hasil musyawarah dan tealh disepakatai oleh warga," kilahnya.
Saat dalam rapat, masih kata Adi, warga menyepakati biaya yang harus dibayarkan untuk mendapatkan sertifikat tanah itu Rp. 300rb.
"Rp. 300rb itu untuk materai, operasional ke BPN biaya pengisian data dan untuk kebutuhan pengukuran," bebernya.
Sehingga uang Rp. 300rb itu bukan untuk kepentingan kades, melainkan untuk kepentingan warga yang ingin memiliki sertifikat.
"Masyarakat kan tahu terima bersih, kita yang melakukan proses pengurusanya," pungkasnya,

Berita ini dapat di akses di http://radarsukabumi.com/?p=151275

Masyarakat Dilibatkan Atasi Persoalan Kesehatan

Kompleksnya permasalahan kesehatan di Kabupaten Sukabumi menuntut peran swasta untuk ambil bagian dalam mengatasinya. Menurut wakil bupati Sukabumi Drs. Ahmad Jajuli, M.Pd peran serta perusahaan swasta dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan di Kabupaten Sukabumi antara lain dengan mengefektifkan pelaksanaan program corporate social responsibility (CSR).
Hal itu disampaikan wakil bupati saat membuka Pameran Audit Sosial Kesehatan Tahun 2015 bertempat di Pendopo Sukabumi, Senin (30/3/2015). Hadir pada pembukaan pameran tersebut antaralain Ketua DPRD Kab. Sukabumi H.M Agus Mulyadi, SE, MH. Ketua TP PKK Kab. Sukabumi Ny. Hj. Fatimah Sukmawijaya, Kabag Humas Kab. Sukabumi, Sekretaris BKKBD, dan undangan lainnya.
Selain kerjasama dengan swasta, upaya peningkatan pembangunan kesehatan harus disertai dengan pengawasan oleh pemerintah dan masyarakat. Dengan adanya pengawasan, masyarakat dapat merasakan manfaat dari program dan kebijkan tersebut dalam rangka mememnuhi kebutuhan dasar kesehatannya.
"Melalui kerjasama semua pihak, serta adanya pengawasan yang baik, maka berbagai persoalan kesehatan mulai ketersediaan layanan kesehatan, keterjangkauan, keberterimaan, dan kualitas layanan dapat teratasi dengan baik,"katanya.
Pada kesempatan itu, wakil bupati memberikan apresiasi atas diselenggarakannya pameran audit sosial kesehatan dengan menggunakan media fotografi. Dia memandang, pameran semacam ini efektif dan bisa memberikan banyak energi untuk melahirkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang inovatif dalam mengatasi persoalan kesehatan.
Sementara ketua panitia pameran Ajat Zatnika yang merupakan perwakilan dari FITRA (Forum Transparansi untuk Anggaran) menjelaskan, tujuan diselenggarakannya pameran tersebut untuk menyampaikan gambaran dan informasi seputar kondisi kesehatan di Kabupaten Sukabumi dari aspek layanan kesehatan, lingkungan kesehatan dan prilaku kesehatan.
Ajat mengharapkan dengan digelarnya acara tersebut semua pihak terkait dapat urun rembuk dan berbagi saran serta masukan demi peningkatan kondisi kesehatan masyarakat di Kabupaten Sukabumi....

Jangan Jual Tanah ke Cukang

Wabup sarankan dikelola sebagai Mata Pencaharian
Sukabumi- Wakil Bupati Sukabumi, Akhmad Jajuli menyarankan agara tanah yang akan diberikan kepada masyarakat harus diinventarisir. Hal ini agar pemberian tanah dengan menggunakan program nasioanal (prona) itu tidak salah sasaran dan tidak menjual kepada biong alias cukong tanah.
"Tanah itu baiknya hanya sebagai inventaris yang diberikan kepada masyarakat untuk dikelola dan menjadi salah satu sumber penghasilan sampai mereka keluar dari dari garis kemiskinan. Tetapi bukan menjadi hak milik secara seutuhnya," ujar Jajuli kepada Radar Sukabumi di sela-sela seminar Mengawal Reforma Agraria, yang dilaksanakan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi di Hotel Anugrah, Kota Sukabumi, Kamis (30/4).
Selain itu masih kata Jajuli, tanah yang ada hari ini masih dikuasai oleh pemilik modal. Sedangkan petani yang ada hanya dijadikan alat. Sehingga orang nomor dua di Kabupaten terluas se-Pulau Jawa dan Bali jual beli tanah dari masyarakat penerima manfaat kepada para cukong tanah. Sehingga yang mengakibatkan masyarakat tetap menjadi buruh di tanah yang mereka garap.
"Yang harus di awasi selanjutnya adalah memastikan bahwa tidak ada masyarakat penerima manfaat yang menjual tanahnya, "tandasnya.
Manajer Program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika menyebutkan, kegiatan seminar ini dalam rangka mendorong pemerintah daerah untuk menindaklanjuti asset sehingga pemerintah daerah bisa berfikir ke depan memasukkan isu reforma agraria masuk dalam perencanaan daerah.
"Kita berharap ketika pemerintah daerah tahu bahwa mereka memiliki potensi lahan daerah yang sudah bisa diredis bisa di tindaklanjuti melalui reforma agraria ini harus masuk dalam perencanaan, "ujar Ajat.
Selain itu, Ajat menegaskan FITRA Sukabumi akan terus mengawal reforma agraria. sesuai dengan aturan yang berlaku, tidak diperbolehkan pengawalan agar jual beli tanah negara kepada cukong tidak terjadi.
Seminar reforma agraria tersebut diisi pemateri, Syamsul hilal dari kantor Kementrian Agraria dan Tata Ruang Kab. Sukabumi,Wakil Ketua DPRD Kab. Sukabumi, Yusuf maulana alias Haji Aka dan pihak BAPPEDA Kab. Sukabumi, Yudi. Seminar tersebut juga di ikuti oleh sebanyak 50 peserta terdiri dari unsur pemerintah, mahasiswa, OKP, LSM dan media.

Informasi ini dapat di peroleh di Koran Radar Sukabumi Hal: 08 Hari Sabtu, 02 Mei 2015

5 LSM Serahkan Berkas Dugaan Penyelewengan Anggaran RSUD

CIKOLE | HARIAN SUKABUMI
Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Sukabumi, dipastikan mengunjungi Kantor Kejaksaan Negeri Sukabumi, Senin (2/2/2015) hari ini. Kunjungan tersebut sebagai bentuk keseriusan dukungan kepada kejaksaan agar mengusut tuntas dugaan kasus penyelewengan anggaran negara sebesar Rp. 6,5 miliar pada tahun 2013 dan dugaan Mark up sebesar Rp. 10,8 miliar yang disinyalir dilakukan oleh manajemen RSUD Syamsudin SH Kota Sukabumi.
Demikian dikatakan Manajer Program LSM Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika. Ia memastikan LSM Fitra beserta sejumlah LSM lainnya, yakni LSM Ampera Sukabumi, LSM Dampal Jurig Sukabumi, LSM Lensa Sukabumi, dan LSM Elkits Sukabumi, akan menyerahkan data yang menyangkut kasus rumah sakit plat merah tersebut. “Kami sudah sepakat, akan kita serahkan data hasil audit BPK RI tahun 2012 serta tahun 2013 kepada Kejaksaan Sukabumi,” katanya.
Menurut pemuda berkacamata itu, langkah aktif dan kekompakan sejumlah lembaga kontrol sosial masyarakat di Sukabumi dalam melakukan pengawasan penggunaan anggaan negara di Sukabumi, diakuinya mendapat respon positif dari Ketua BPK RI, Harry Azhar Azis.
“Beberapa waktu lalu, kawan – kawan LSM sempat ke Jakarta untuk berkunjung ke Kantor BPK RI. Ketua BPK RI, Pa Hary sangat mengapresiasi kawan-kawan LSM untuk melakukan pengusutan terkait dengan kasus rumah sakit yang akrab disebut dengan RS Bunut tersebut,” ujar Azat saat dihubungi lewat selulernya Minggu (1/2/2015).
Oleh karena itu, Fitra menegaskan bahwa, jika pihak RS tidak mau membuka permasalahan yang saat ini tengah ramai diperbincangkan oleh publik, maka dugaan kasus penyelewengan dana APBD Kota Sukabumi ini, akan dibuka selebar-lebarnya oleh Fitra beserta LSM lainnya.
“Dugaan kasus ini pada dasarnya merupakan hasil kinerja BPK RI dalam mengungkap laporan keuangan negara di RS milik Pemda Kota Sukabumi tiga tahun yang lalu, kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas,” tegasnya.
Azat berharap, penegak hukum segera mengambil tindakan dan mengusut tuntas dugaan kasus RSUD Syamsudin ini. “Kami akan serahkan data tersebut terhadap kejaksaan, dan kami berharap, kasus ini segera ditindak lanjuti oleh pihak kejaksaan yang menyatakan terhadap LSM, bahwa kejaksaan berkomitmen akan menindak lanjuti dugaan kasus yang menyeret nama Direktur dan Bendahara RSUD Syamsudin Kota Sukabumi tersebut,” jelasnya. Sementara itu, Humas RSUD Syamsudin HK Kota Sukabumi, Jhoni menyatakan, pihaknya tidak berhak untuk memberikan pernyataan terkait dengan dugaan kasus yang melibatkan lembaganya.
“Saya tidak berkompeten untuk menjawab semua pertanyaan teman-teman wartawanterkait dengan permasalahan ini, pasalnya khusus yang menyangkut dengan permasalahan ini langsung ditangani pihak manajemen, dalam hal ini bidang hukum RSUD,” pungkasnya.
Eko Arief

Sumber diperoleh dari : http://harianbogor.com/?p=1877

FITRA Sukabumi Serahkan Semua Berkas Dugaan Penyelewengan RSUD R. Syamsudin ke Kejari Kota Sukabumi

Fitra Serahkan Semua Berkas Dugaan Penyelewengan ke Kejari

Ajat Zatnika Manager Program FITRA Sukabumi bersama Aktivis Sukabumi
Pada Saat Menyerahkan Dokumen Hasil Temuan Audit BPK terhadap Dugaan Penyelewangan Anggaran RSUD R. Syamsudin Kota Sukabumi

 

Oleh: Ajat Niko
SUKABUMI – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sukabumi memenuhi janjinya untuk datang kembali ke Kejaksaan Negeri Sukabumi, dengan membawa berkas Laporan Hasil Pemeriksaan BPK terkait ditemukannya dugaan penyelewengan dana jasa pelayanan medis di RSUD R Syamsudin SH tahun 2013 sebesar Rp. 6,5 miliar, Rabu (4/2/2015).
Kedatangan Fitra Sukabumi langsung oleh Manager Program Ajat Zatnika, didampingi beberapa perwakilan LSM antara lain Deri Irawan (Ampera Sukabumi), Irvan Azis (Dampal Jurig), Syamsul Hidayat (eLKIPP’S), Bambang Rudiansah (Remaja Lingkar Survey Sukabumi), Omay (Lensa Sukabumi) dan Ai Nuraisyah (PPSW Pasoendan).
Mereka diterima langsung oleh Kasi Intel Kejari Sukabumi, Rahmawan dan menyerahkan dua bundel berkas. Berkas pertama merupakan Laporan Hasil Pemeriksaan BPK Provinsi Jawa Barat atas pengendalian intern tahun 2013 Nomor 48.B/LHP/XVIII.BDG/05/2014 tanggal 26 Mei 2014. Sedangkan berkas kedua merupakan laporan hasil pemeriksaan atas kepatuhan terhadap peraturan perundang undangan nomor 48.C./LHP/XVIII. BDG/05/2014. Tanggal 26 mei 2014.
“Kami sudah berkomunikasi dengan BPK Pusat dan memberikan dorongan advokasi terhadap hasil audit ini, sehingga menjadi semangat kami agar kasus ini bisa diungkap,” ujar Manager Program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika kepada sepertiini.com.
Dijelaskan Ajat, pihaknya menggunakan cara investigasi dan metode dengan cara sendiri. Nantinya apapun yang ditemukan di lapangan akan dikoordinasikan dengan pihak kejaksaan, begitu juga sebaliknya dengan kejaksaan.
Berdasarkan temuan audit BPK tahun 2013, ditemukan tiga item penggunaan anggaran yang menjadi pertanyaan. Pertama, penyajian utang jangka pendek lainnya sebesar Rp9.776.560.408 tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Kedua, Pembayaran atas utang tahun sebelumnya sebesar
Rp1.054.202.504 tidak dapat diyakini kebenarannya. Ketiga, penggunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp6,544.541.640.
Sementara itu Kasi Intel Kejari Sukabumi, Rahmawan secara singkat mengatakan, berkas hasil audit BPK yang diberikan oleh Fitra Sukabumi akan dipelajari dulu lebih lanjut.
“Kami pelajari dulu secara teliti dan belum mau mau berkomentar lebih lanjut, nanti saja kalau sudah dipelajari,” pungkasnya.(gg)

 

Kejari Telaah Hasil Audit BPK yang diserahkan oleh FITRA Sukabumi

SUKABUMI - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi bersama sejumlah organisasi lainnya, menyerahkan data laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), atas pengelolaan keuangan di RSUD R Syamsudin (RS Bunut, red) yang tertuang dalam laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kota Sukabumi 2013, kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Sukabumi.
Data tersebut menjadi sumber munculnya tudingan penyalahgunaan dana di RS Bunut pada tahun anggaran 2013 yang nilainya sekitar Rp. 6,5 miliar dan pada tahun anggaran 2012 sekitar Rp. 10,8 miliar.
Pantauan Radar Sukabumi, terdapat dua jenis laporan yang diterima Kejari Sukabumi. Diantaranya Laporan Hasil Pemeriksaaan atas Kepatuhan terhadap Perundang-undangan nomor 4bC/LHP/XVIII.BDG/05/2014 tertanggal 26 Mei 2014.
Berita acara serah terima dokumen hasil temuan audit BPK ini ditandatangani pimpinan sejumlah organisasi selain FITRA. Di antaranya, k=Ketua Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran (Ampera) Sukabumi Deri Irawan, Ketua LSM Dampal Jurig Irvan Azis, Direktur Lingkar Kajian Putra-Putri Sukabumi (ELKIPPs), Remaja Lingkar Survei Sukabumi Bambang Rudiansyah, PPSW Pasundan Ai Nuraliyah, Lembaga Penelitian Sosial Agama (Lensa) Sukabumi dan SBMI.
Direktur Program FITRA Sukabumi Ajat Zatnika menegaskan penyerahan data tersebut dilakukan sebagai bentuk dukungan penegakan hukum atas dugaan penyalahgunaan anggaran di RSUD R Syamsudin. Apalagi, berdasarkan laporan hasil audit BPK itu ditegaskan adanya sejumlah kegiatan penggunaan dana yang tidak didukung dengan alat bukti yang memadai.
"Dalam hasil audit itu sudah dijelaskan menyalahi aturan perundang-undangan. Tidak bisa dipertanggungjawabkan. Jika dilihat dari besaran nilainya kami juga menilai ada ketidakwajaran," ujar Ajat Zatnika Kepada Radar Sukabumi kemarin (04/02).
Ajat menilai, temuan BPK yang mengindikasikan adanya sejumlah pelanggaran hukum dalam pengelolaan keuangan di RSUD R Syamsudin ini patut diungkap Kejari. Terlebih, tidak hanya aktivis lintas organisasi di Sukabumi, dukungan tersebut juga muncul dari kepala BPK RI (Pusat).
"Sebelum adanya penyerahan data ini, kami juga konsultasi dengan kepala BPK Pusat, Beliau mensupport dan mendorong terhadap advokasi hasil audit BPK ini," paparnya.
Setelah data tersebut diserahkan, pihaknya sikap mengawal proses yang akan dijalnkan Kejari Sukabumi. Pihaknya berharap Kejari Sukabumi dapat bersikap profesional dalam menindaklanjuti informasi dari data yang diserahkan.
Sementara itu, Kasi Intel Kejari Sukabumi, Rahmawan membenarkan pihaknya sudah menerima data tepat waktu sesuai dengan kesepakatan dengan FITRA. Nantinya data tersebut akan di telaah terlebih dahulu.
"Akan ditelaah, apakah ada unsur pidananya atau tidak." tutur Rahmawan.
Rahmawan menjelaskan, pihaknya tidak bisa menjanjikan berapa lama proses penelaahan data akan selesai. Namun, dirinya meyakinkan Kejari akan besikap profesional dalam menindaklanjuti data tersebut. 

Sumber diperoleh dari : http://radarsukabumi.com/?p=137501

FITRA Sukabumi Serahkan Hasil Audit BPK ke Kejari Sukabumi

SUKABUMI, FOKUSJabar.com: Forum Indonesia Transfaransi Anggaran (FITRA) Sukabumi menyerahkan berkas hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ke Kejaksaan Negeri Sukabumi, Rabu (4/2/2015).
Fitra Sukabumi memperlihatkan Berkas hasil temuan Audit BPK Yang akan di serahkan ke Kejaksaan. bukti tanda terima dari kejaksaan. (Foto: Mochamad Satiri)

Fitra Sukabumi memperlihatkan Berkas hasil temuan Audit BPK Yang akan di serahkan ke Kejaksaan. bukti tanda terima dari kejaksaan.
(Foto: Mochamad Satiri)

Penyerahan berkas itu terkait indikasi penyelewengan anggaran di RSUD R Syamsudi SH (RS Bunut) senilai Rp17,3 milyar.
“Satu bundel berkas berisi data diserahkan langsung ke Kasie Intelejen Kejari Sukabumi,” jelas Manager FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika.
Selanjutnya, penyerahan berkas hasil audit BPK itu resmi diberikan dan ditandatangani dengan sah pada berita acara penyerahan di atas segel kejaksaan. Selain itu, FITRA pun mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat.
Adapun hasil audit BPK senilai Rp17,3 milyar diduga meliputi, penyajian utang jangka pendek Rp9,7 milyar lebih (tidak bisa ditelusuri asal mutasinya), pembayaran atas utang tahun sebelumnya Rp1,054 milyar (tidak bisa diyakini kebenarannya), dan jasa layanan sebesar Rp6,5 milyar (tidak didukung bukti memadai).
“FITRA sudah berkoordinasi dengan BPK pusat, mereka pun mendorong dan mendukung keinginan FITRA,” ungkapnya.
Kendati begitu, untuk proses hukum benar atau tidaknya data tersebut, kejaksaan akan menindaklanjuti dan akan ditelaah.
“Kita tunggu saja hasil laporan dari kejaksaan,” tukasnya.

Ajat Zatnika Manager Program FITRA Sukabumi : Jangan Heran, Biasanya Dewan Jarang Diberi Dokumen RKA

Jangan Heran, Biasanya Dewan Jarang Diberi Dokumen RKA

Oleh: Herry Febriyanto
Melalui Manager Programnya, Ajat Zatnika, Fitra menyatakan, dokumen Rencana Kerja Anggaran (RKA) secara lengkap memang dewan biasanya jarang atau tidak diberi. Dokumen yang dibahas oleh komisi biasanya hanya draft APBD dan rincian RAPBD saja sedangkan RKA nya tidak.
“Kalaupun diberi hanya RKA ringkasan pendapatan dan belanja SKPD saja dan yang dimaksud oleh dewan sepertinya adalah dokumen RKA/DPA secara lengkap yang berjumlah 7 dokumen,” ujarnya kepada sepertiini.com, Selasa (3/2/2015).
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi mengaku heran kalau ada anggota dewan kesulitan mengakses APBD, padahal Laporan Hasil Pemeriksaan BPK sudah diberikan ke pimpinan dewan, dengan begini justru timbul pertanyaan besar.
Ajat menambahkan, dokumen RKA/DPA untuk program 1 kasi/kabid saja jumlahnya sangat banyak. Namun perlu juga dibuktikan apakah benar atau tidak SKPD membuat dokumen RKA/DPA secara rinci, karena bisa jadi mereka tidak membuat.
“Terkadang SKPD juga lemah dalam membuat indikator capaian program yang dimuat dalam RKA/DPA, bisa jadi alasan tidak memberikan dokumen RKA/DPA kepada pemohon informasi karena tidak mampu menyusun indikator capaian dengan baik dan yang penting anggaran terserap saja mereka sudah senang, tanpa memikirkan capaian program,” katanya.
Berikut 7 dokumen RKA/DPA berdasarkan Permendagri 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah: 1) RKA/DPA SKPD tentang Ringkasan Dokumen Pelaksana Anggaran SKPD. 2) RKA/DPA SKPD 1 tentang Rincian Dokumen Pelaksana Anggaran Pendapatan SKPD. 3) RKA/DPA SKPD
2.1 tentang Rincian Dokumen Pelaksana Anggaran Belanja Tidak Langsung SKPD. 4) RKA/DPA SKPD 2.2 tentang Rekapitulasi Belanja Langsung Menurut Program dan dan Kegiatan SKPD. 5) RKA/DPA SKPD 2.2.1 tentang Rincian Dokumen Pelaksana Anggaran Belanja Langsung Program dan Per Kegiatan SKPD.
6) RKA/DPA SKPD 3.1 tentang Rincian Penerimaan Pembiayaan Daerah. 7) RKA/DPA 3.2 tentang Rincian Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
Hingga saat ini lanjut Ajat, masih terjadi perdebatan antara pemerintah dengan dewan, terkait hasil Judisial review UU No17 Tahun 2003 tentang keuangan negara yang akhirnya DPR/DPRD hanya bisa membahas dokumen RKA/DPA (kalau didaerah) sampai buku satuan 2 (yaitu buku Ringkasan, buku 1, buku 2.1 dan buku 2.2) sedangkan buku satuan 3 yg lebih rinci (yaitu 2.2.1) tidak diberikan/dibuka kepada dewan.
Kalau dewan tidak dapat RKA/DPA mungkin maksudnya adalah buku satuan 3, namun Fitra tidak yakin sepenuhnya kalau dewan tidak mendapatkan RKA sampai buku satuan 3. Karena tidak mungkin bisa disetujui kalau tidak mengkaji dokumen RKA terlebih dahulu.
“Mungkin kalau dewan baru, masih perlu waktu untuk mempelajarinya, berbeda dengan dewan yang lama,” ungkapnya.(tm)

FITRA Sukabumi : Kejaksaan Telusuri Dugaan Penyelewengan di RSUD R Syamsudin

SUKABUMI – Terkait berita di sejumlah media, Kejaksaan Negeri Sukabumi mulai menelusuri dugaan penyalahgunaan dana jasa pelayanan di RSUD R Syamsudin sebesar Rp6,5 miliar pada tahun anggaran 2013.
”Berdasarkan informasi yang ada, pihaknya akan terus menggali data dugaan penyelewengan tersebut,” ungkap Kajari Sukabumi Raja Ulung Padang kepada Metropolitan, kemarin.
Meski demikian, tidak akan bertindak gegabah dalam menelusuri kasus tersebut. Tentunya akan ditelaah terlebih dahulu, apakah ada pelanggaran hukum dan kerugian negara. “Apakah benar menurut informasi dan data Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI,” ujarnya.
Sementara Kasie Intel Kajari Sukabumi Rahmawan menambahkan, pihaknya juga mengundang Forum Indonesia untuk Transfaransi Anggaran (Fitra) Sukabumi sebagai sumber seperti yang diberitakan media. “Kami mengundang Fitra untuk koordinasi dan sharing seputar temuan BPK tersebut,” terangnya.
Diakuinya, Kejaksaan mengalami kesulitan untuk melihat data yang dimilki Fitra. Karena sampai saat ini pihaknya sulit mengakses data secara langsung. “Dalam pertemuan tersebut Fitra berjanji akan memberikan data yang diinginkan,” paparnya.
Hal ini dikatakan Manajer Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika. Ia mengatakan akan menyiapkan data yang dimilikinya demi penyelidikan Kejaksaan Sukabumi terkait dugaan korupsi di salah satu rumah sakit milik pemerintah daerah tersebut. “Kami akan selalu siap berkoordinasi dengan pihak kejaksaan,” singkatnya.(str/yok/wan)

Anggaran Rumah Sakit Bunut di Sorot Kejari Kota Sukabumi

Anggaran RS Bunut di Sorot Kejari

Informasinya bisa di klik link berikut : http://radarsukabumi.com/?p=136698

FITRA Sukabumi : RS Bunut Salah Gunakan Anggaran Rp. 6,5 Miliar

Dirut : Itu hanya kesalahan administrasi.
Sukabumi - Forum Indonesia untuk Transfaransi Anggaran (FITRA), dan aliansi masayarakat peduli anggaran (Ampera) Sukabumi mengecam dan menuntut Direktur RSUD R Syamsudin SH (RS Bunut, red) agar dicopot dari jabatannya.
Hal tersebut di latar belakangi adanya dugaan penyalah gunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp. 6.5 miliar, pada tahun anggaran 2013. tak hanya direktur, FITRA dan Ampera juga mengecam agar bendahara pengeluaran pembantu rumah sakit milik pemerintah kota (Pemkot) sukabumi itu digantikan oleh orang yang lebih "bersih", dan mengembalkan serta mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp. 6,5 miliar.
Direktur program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan, dugaan penyalahgunaan dana jasa layanan itu bersumber dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun anggaran 2013. Dalam laporan hasil pemeriksaan BPK RI dijelaskan, Penggunan dana jasa pelayanan sebesar Rp. 6,5 miliar tepatnya Rp 6.544.541.640 pada RS Bunut tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai. "artinya bahwa dalam pelaporan keuangan, dibuat fiktif," ujar ajat zatnika melalui rilisnya yang disampaikan kepada radar sukabumi. hasil audit itu cukup mengagetkan dua LSM tersebut. Lantaran pengelolaan keuangan dirumah sakitini hampir setiap tahun selalu bermasalah. "Sebelum ditemui hasil audit BPK di anggaran 2013, dugaan markup juga muncul pada hasil audit tahun 2012 pada dana Tp 10,8 miliar yang tidak dapat di yakini kewajarannya," ungkapnya.
Ajat yang ketua devisi advokasi dan analisis ampera sukabumi itu, juga membeberkan temuan pada hasil pemeriksaan BPK pada tahun 2012 itu antara lain, penyajian utang jangka pendek lainnya sebesar Rp. 9.776.560.408 yang tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Juga pembayaran atasutang sebesar Rp. 1.054.202.504 yang tidak dapat diyakini kebenarannya.
"Ini mengindikasikan bahwa di dalam institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan, dalam mengelola keuangan." tuturnya. Ia menegaskan, dugaan penyalahgunaan uang sebesar Rp. 6,5 miliar itu merupakan ketidakpatuhan RS Bunut terhadap peraturan-perundang undangam, salah satunya yang diatur da;am Pemendagri 13 Tahun 2006, tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah beserta perubahannya, pada pasal 132 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD, harus di dukung dengan bukti yang lengkap dan sah. "FITRA dan Ampera sukabumi mengecam dan menuntut agar direktur dan bendahara pengeluaran pembantu rumah sakit RS Bunut ini agar dicopot dari jabatannya, dan digantikam dengan orang yang sehat, bersih, dan bertanggungjawb." tegasnya.
Ajat menegaskan, Badan Publik yang kegiatannya didanai oleh anggaran dari rakyat semisal rumah sakit yang satu ini harus membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) keuangan yang jelas dan memadai.
"Sebagai acuan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangannya," tambahannya.
Dengan adanya temuan tang terulang, FITRA menilai perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelanggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota sukabumi, sebgaimana amanat UU No 36 tahun 2009 tentang kesehatan. "Kami juga menuntut walikota sukabumi agar bertindak tegas terhadap pelaku yang telah menyalahgunakan wewenang itu," tukasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Walikota sukabumi, M Muraz menilai dugaan Fitra ampera terhadap Direksi RS Bunut, sebagai hal yang wajar. Terlebih sumber yang membuat LSM tersebut menduga ada penyalahgunaan anggaran berasal laporan hasil pemeriksaan BPK.
"Wajar saja, saya juga marah karena adanya valid, dari BPK," tutur Muraz kepada Radar Sukabumi, kemarin (26/1).
Muraz menegaskan, pihaknya juga sempat mempertanyakan hasil laporan pemeriksaan BPK itu kepada jajaran direksi RS Bunut sekitar Mei 2014. Hasilnya, Muraz melihat ada kekeliruan dalam administrasi laporan keuangan jasa pelayanan medis. "Kabid Keuangannya sudah saya pindahkan ke tempat lain," tegasnya. Soal tuntutan FITRA yang mengingatkan Direktur RS Bunut dicopot, Muraz hal tersebut tidak perlu dilakukan, Pasalnya, yang bersangkutan tidak lama lagi akan pensiun.
"Tidak perlu dicopot juga sebentar lagi akan pensiun." imbuhnya, lebih lanjut muraz menjelaskan, kekeliruan yang dimaksud bukan berarti ada penyalahgunaan anggaran. Namun, ada kesalahan administrasi pencatatan keuangan di bagian keuangan rumah sakit itu.
"Jadi di RSUD R Syamsudin, misalnya para medis menerima pendapatan 10 juta, sekitar 1 juta diserahkan kembali untuk kesejahteraan stafnya sehingga yang diterima sebenarnya hanya 9 juta. "Dalam pencatatan keuangan dinyatakan bahwa ada pembayaran untuk dkter 9 juta, yang 1 jutanya dicatat sebagai pendapatan rumah sakit. Ganjelannya disitu," terang muraz.
Padahal lanjut muraz, pengembalian uang untuk kesejahteraan staf tidak perlu di catat dalam administrasi keunagan rumah sakit, sebab uang yang diberikan untuk kesejahteraan karyawan merupakan uang pribadi.
"Seharusnya jangan masuk pembukuan pendapatan rumah sakit, toh yang diberikan untuk kesejahteraan staf uang pribadi," imbuhnya. Murazpun dibuat heran dengan buruknya administrasi keuangan di rumah sakit terbesar di kota sukabumi itu.
Ia menduga, hal tersebut sudah berlangsung sejak lama. "Apalagi pada temuan BPK milai uang jasa pelayanan medis, tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai mencapai Rp 6,5 miliar," ungkapnya. Sementara itu, Direktur RS Bunut Dr. Suherman  menjelaskan, laporan hasil pemeriksaan BPK tersebut sebenarnya sudah diselesaikan tahun 2013. Pihaknya sedah mengklarifikasi, namun BPK belum menyampaikan jawabanya. " Di kita (RS Bunut) sudah tidak ada masalah. Gatau nanti BPK seperti apa. Belum ada jawabannya, itu yang monitor inspektorat," imbuhnya.
Suherman menilai, kesalahan tersebut hanya bersifat administratif. selain adanya pencatatan dari kebijakan pensejahteraan karyawan, kesalahan administrasi juga terjadi pada pembukuan jasa medis atau renumerasi. "Renumerasi itu ada yang di SPJ kan langsung, dan ada juga yang kolektif. angka itu adalah angka yang di SPJ kan secara kolektif. Klarifikasinya sudah kami kirim ke BPK," tegasnya.
Terkait tuntukan agar mundur dari jabatan, suherman menanggapinya dengan santai, "Silahkan saja, tidak ada masalah. Empat tahun yang lalu juga saya sudah siap mundur," pungkasnya.

Sumber diperoleh dari : http://radarsukabumi.com/?p=136197

Gelapkan Dana Operasional Direktur RSUD Syamsudin Sukabumi Diminta Mundur-FITRA Sukabumi

INILAHCOM, Sukabumi - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sukabumi dan Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran (Ampera) Sukabumi menuntut Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD R Syamsudin Kota Sukabumi dicopot dari jabatannya.

Pasalnya selama dua tahun berturut-turut 2012 dan 2013, RSUD R Syamsudin selalu bermasalah dalam pelaporan penggunaan keuangan. Hal tersebut berdasarkan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang terdapat dana miliaran rupiah yang diduga tidak jelas laporan pertanggungjawabannya.

Pada 2012 diduga melakukan mark up sebesar Rp10,8 miliar yang tidak dapat diyakini kewajarannya. Pada 2013 ditemukan kembali penggunaan dana jasa pelayanan Rp6,5 Miliar tanpa didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai.

''Artinya bahwa dalam pelaporan keuangan dibuat fiktif. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan dalam mengelola keuangan,'' kata Manajer Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika dalam siaran pers yang diterima INILAHCOM, Senin (26/1/2015).

Menurutnya, dugaan penyalahgunaan uang sebesar Rp6,5 miliar pada 2013 merupakan bentuk ketidakpatuhan RSUD R. Syamsudin terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satunya yang diatur dalam Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta perubahannya.

''Pada pasal 132 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah,'' ujar dia.

Fitra dan Ampera juga menuntut agar Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD R Syamsudin digantikan dengan orang yang sehat, bersih dan bertanggungjawab.

Selain itu, direktur dan bendahara pengeluaran pembantu RSUD R Syamsudin diminta agar mengembalikan dan mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp6,5 miliar

Selain itu perlu dibuat standar operasional prosedur (SOP) keuangan yang jelas dan memadai sebagai acuan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan RSUD.

''Juga perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota Sukabumi sebagaimana amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,'' kata Ajat.[jat]

Sumber diperoleh dari : http://m.inilah.com/news/detail/2173378/direktur-rsud-syamsudin-sukabumi-diminta-mundur

FITRA Sukabumi-RSUD Syamsudin Diduga Selewengkan Rp6,5 M

RSUD Syamsudin Diduga Selewengkan Rp6,5 M

 Cikole | Harian Sukabumi

Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) menduga pihak manajemen RSUD Syamsudin SH Kota Sukabumi telah menyelewengkan penggunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp6,5 miliar.
Dugaan tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2013. Untuk itu, Fitra mendesak agar Walikota Sukabumi mencopot Direktur serta Bendahara rumah sakit plat merah tersebut dari jabatannya.
Manajer Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan, temuan dugaan penyelewengan uang senilai miliaran rupiah itu, diketahui setelah BPK melakukan audit terhadap RSUD yang dipimpin Suherman beberapa waktu lalu.
Akhirnya diketahui adanya alokasi anggaran yang tidak disertai dengan bukti kwitansi. “Ada beberapa jenis alokasi anggaran belanja di RSUD Syamsudin Kota Sukabumi, yang dinilai bodong alias tidak diperkuat dengan bukti kwitansi,” katanya.
Dijelaskan Ajat, hal ini mengagetkan publik dalam audit BPK RI Tahun Anggaran 2013 telah ditemukan, bahwa penggunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp6,5 miliar (Rp6.544.541.640,00) pada RSUD R Syamsudin SH tidak didukung bukti pertanggung jawaban yang memadai. “Walikota Sukabumi agar bertindak tegas terhadap pelaku yang telah menyalahgunakan wewenangnya,” kata Ajat.
Bahkan menurutnya, ke depannya perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota Sukabumi, sebagaimana amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. “Setiap tahun selalu bermasalah dalam pelaporan penggunaan keuangan,” terangnya.
Tidak hanya itu, pada tahun 2012 disinyalir melakukan mark up sebesar Rp10,8 miliar yang tidak dapat diyakini kewajarannya. “Rinciannya, pertama soal penyajian utang jangka pendek lainnya pada RSUD sebesar Rp9.776.560.408,00 tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Kedua Pembayaran atas utang tahun sebelumnya sebesar Rp1.054.202.504,00 tidak dapat diyakini kebenarannya,” bebernya.
Ditegaskannya, penyalahgunaan uang sebesar Rp6,5 miliar tersebut merupakan bentuk ketidakpatuhan Rumah Sakit R Syamsudin terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satunya yang diatur dalam permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta perubahannya, pada Pasal 132 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
“Artinya bahwa dalam pelaporan keuangan dibuat fiktif. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan dalam mengelola keuangan,” urainya.
eko arief
redaksi@harianbogor.com

Sumber diperoleh dari : http://harianbogor.com/?p=1104

 

FITRA Sukabumi : Dana Jasa Pelayanan Rp6,5 M Diselewengkan?

Dana Jasa Pelayanan Rp6,5 M Diselewengkan?

 
Ajat Zatnika Manager Program FITRA Sukabumi


Oleh: Herry Febriyanto
SUKABUMI – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) dan Aliansi Masyarakat Peduli Anggaran (Ampera) Sukabumi, mengecam dan menuntut Pemerintah Kota Sukabumi untuk mencopot Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD  R Syamsudin SH dan digantikan dengan orang yang sehat, bersih dan bertanggungjawab.
Mereka juga menuntut agar Direktur dan Bendahara Pengeluaran Pembantu RSUD R Syamsudin SH, mengembalikan dan mempertanggungjawabkan dana sebesar Rp6,5 miliar yang dikeluarkan tanpa didukung bukti kwitansi yang sah.
Selain itu mereka juga meminta agar dibuatkan standar operasional prosedur (SOP) keuangan yang jelas dan memadai sebagai acuan dalam penggunaan dan pengelolaan keuangan Rumah Sakit Umum Daerah.
“Walikota Sukabumi agar bertindak tegas terhadap pelaku yang telah menyalahgunakan wewenangnya,” ujar Manajer Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika kepada sepertiini.com, Jumat (23/1/2015).
Bahkan menurut Ajat, kedepannya perlu ada pengawasan masyarakat terhadap penyelenggaraan kesehatan dengan membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah Kota Sukabumi, sebagaimana amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Tuntutan yang dilontarkan Fitra dan Ampera Sukabumi timbul karena RSUD R Syamsudin Kota Sukabumi setiap tahun selalu bermasalah dalam pelaporan penggunaan keuangan. Bahkan pada tahun 2013 disinyalir melakukan mark up sebesar Rp10,8 miliar yang tidak dapat diyakini kewajarannya
“Rinciannya, pertama soal penyajian utang jangka pendek lainnya pada RSUD sebesar Rp9.776.560.408,00 tidak dapat ditelusuri asal mutasinya. Kedua Pembayaran atas utang tahun sebelumnya sebesar Rp1.054.202.504,00 tidak dapat diyakini kebenarannya,“ bebernya.
Dijelaskan Ajat, saat ini hal serupa terulang lagi. Tentu hal ini mengagetkan publik dalam audit BPK RI Tahun Anggaran 2013 telah ditemukan, bahwa penggunaan dana jasa pelayanan sebesar Rp6,5 miliar
(Rp6.544.541.640,00) pada RSUD R Syamsudin SH tidak didukung bukti pertanggungjawaban yang memadai.
“Artinya bahwa dalam pelaporan keuangan dibuat fiktif. Hal ini mengindikasikan bahwa di dalam
institusi rumah sakit masih mengalami sakit akut berkepanjangan dalam mengelola keuangan,” tandasnya.
Ditegaskannya, penyalahgunaan uang sebesar Rp6,5 miliar tersebut merupakan bentuk ketidakpatuhan Rumah Sakit R Syamsudin terhadap peraturan perundang-undangan. Salah satunya yang diatur dalam
permendagri 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah beserta perubahannya, pada Pasal 132 ayat (1) yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran belanja atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah.
Hingga berita ini diturunkan belum ada keterangan resmi dari Wali Kora Sukabumi Muhamad Muraz dan dari pihak RSUD R Syamsudin SH.(gg)
Sepertiini rincian daftar penggunaan dana untuk Jasa Pelayanan/Jasa Medis yang tidak didukung bukti memadai versi Fitra dan Ampera:
No Uraian Jumlah bruto(Rp) Pajak(Rp) Jumlah Netto(Rp) Penerima Keterangan
1 Dana Taktis dalam JM Dokter dan Dokter penunjang 302.359.169,00 2.479.655,00 299.879.514,00 Perwakilan Staf bagian/poli  Daftar penerima hanya mencantumkan Tandatangan perwakilan penerima
2 Kas Ruangan dari BOP Penunjang 1.112.579.836,00 5.136.902,00 1.107.442.934,00 Perwakilan staf bagian/poli Daftar penerima hanya Mencantumkan tandatangan perwakilan penerima.
3 Ambulan 176.116.540,00 261.005,00 176.116.540,00 Perwakilanstaf bagian ambulan Hanya berupa kuitansiyang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
Tindakan Rawat Jalan 370.803.847,00 1.446.222,00 370.803.847,00 PerwakilanStaf bagian/poli Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
5 Tindakan Rawat Inap  1.962.056.911,00 6.273.599,00 1.962.056.911,00 Perwakilan staf bagian /poli  Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
6 BOP Askes, Jamkesmas 857.518.959,00 0,00 857.518.959,00 Bagian keuangan Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
7 Jasa Pembinaan Manajemen  1.404.675.567,00 17.572.320,00 1.404.675.567,00 Bagiankeuangan Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
8 Jasa Pelayanan Berkala  358.430.811,00 1.290.000,00 358.430.811,00 Bagian keuangan  Hanya berupa kuitansi yang dibubuhi tanda tangan tanpa nama, tidak ada rincian SPJ
Jumlah 6.544.541.640,00 34.459.703,00 6.510.081.937,00 

Sumber diperoleh dari : http://www.sepertiini.com/read/2015/01/11367/penggunaan-dana-jasa-pelayanan-rp65-m-diselewengkan.html

FITRA Sukabumi : Penerima Jatah Redistribusi Salah Sasaran

Cicantayan - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi mencium sebanyak 660 penerima lahan redistribusi (pengembalian, red) berasal dari luar Sukabumi serta masuk kategori ekonomi tingkat menengah. Padahal sesuai aturan redistribusi hanya diperuntukan bagi warga yang benar warga Sukabumi dengan tingkat ekonomi rendah.
Direktur FITRA Sukabumi Ajat Zatnika mengatakan program redistribusi merupakan program pemerintah pusat dalam hal agraria untuk menekan angka kemiskinan. Dari program tersebut, Kabupaten Sukabumi mendapatkannya dengan jumlah 700 penerima program redistribusi. "Dari 700 penerima program redistribusi di wilayah selatan perjampangan Sukabumi tersebut, hanya 40 orang yang berhak menerima program itu. Sisanya, ditemukan bahwa pemiliknya bukan asli warga sukabumi," ujar Ajat Zatnika kepada Radar Sukabumi saat menggelar workshop pelatihan redistribusi lahan di aula augusta, Jalan Cikukulu Kecamatan Cicantayan, kemarin (21/01).
Sedangkan program redistribusi ini dilakukan di lima desa, yakni Desa Wangunreja Kecamatan Nyalindung, Desa Cimerang Kecamatan Purabaya, Desa Limusnunggal Kecamatan Bantargadung, Desa/Kecamatan Waluran dan Desa Pangumbahan Kecamatan Ciemas.
Ajat berharap pihak terkait untuk menahan pelaksanaan program hingga persoalan dapat diselesaikan.
"Makanya kami minta untuk yang lima desa ini, petugas dari BPN menunda dulu realisasi program redistribusinya," tandasnya.
Sementara itu, Kasi pengaturan dan penataan pertanahan Kantor Agraria dan Tata Ruang Kabupaten Sukabumi, Syamsul Hilal menambahakan dalam program redistribusi tanah objek lendripom ini, pemerintah membagi tanah negara kepada para petani penggarap. "Luas potensinya itu 700 hektar se-kabupaten sukabumi ini akan diberikan kepada masyarakat penggarap denganmenggunakan anggaran pusat supaya bisa menjadi hak milik dengan dibuatkannya sertifikat," jelasnya. Terkait dengan temuan yang berjumlah 660 penerima tersebut, Syamsul menyatakan, proses pemetaan gambaran redistribusi dilakukan penundaan. Hal itu dilakukan, supaya program redistribusi itu benar-benar tepat sasaran. "Ditunda dulu pemetaan gambarnya, karena program ini benar-benar dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Jadi harus tepat sasaran." singkatnya.

Sumber diperoleh dari Koran Radar Sukabumi Hari Kamis 22 Januari 2015 halaman 9-10 atau klik link : http://radarsukabumi.com/?p=135542

FITRA Sukabumi: Studi Banding Harus Implementatif

Studi banding yang dilakukan oleh beberapa anggota DPRD Kota Sukabumi mendapatkan sorotan dari FITRA (Forum Indonesia untuk Transparani Anggaran) Sukabumi.

Ajat Zatnika menyebutkan, sudah beberapa kali studi banding yang dilakukan oleh anggota DPRD Kota Sukabumi belum bisa diimplementasikan kepada rakyat.

Hal penting yang harus dilakukan oleh DPRD Kota Sukabumi sebelum melakukan studi banding harus melakukan pemetaan daerah tujuan terlebih dahulu.

Ajat melanjutkan, pemetaan ini penting agar studi banding tidak salah sasaran. Sebab pada dasarnya, beberapa daerah tujuan studi banding pun masih memiliki karakter yang sama dengan Kota Sukabumi.

Studi banding anggota DPRD Kota Sukabumi ke Denpasar, Bali, dilakukan sebelum DPRD Kota Sukabumi menyelenggarakan rapat paripurna yang akan membahas Raperda Ruang Terbuka Hijau dan Sistem Kesehatan Daerah.

Hasil studi banding anggota DPRD Kota Sukabumi karena menggunakan anggaran negara harus benar-benar transparan dan akuntabel. "Rakyat harus tahu hal ini." Ucap Ajat.

Tuah Nur, salah seorang dosen dari Universitas Muhammadiyah Sukabumi mengatakan, studi banding harus diimbangi dengan pengimplementasian peraturan-peraturan yang telah disahkan.

Sebagai contoh, sampai saat ini, Perda tentang Kawasan Tanpa Rokok - sudah hampir tujuh bulan - belum diimbangi oleh landasan operasional dan petunjuk teknis pelaksanaannya.

Beberapa minggu lalu, saat diwawancarai oleh Sukabumi Discovery, dr Lulis Delawati selaku Duta Anti Rokok Kota Sukabumi menyebutkan, pelaksanaan Perda Kawasan Tanpa Rokok akan ditindaklanjuti dengan diterbitkan Peraturan Walikota sebagai juklak dan juknis pengimplementasiannya.(*)

22 Januari 2015

Sumber diperoleh dari : http://www.sukabumi-discovery.com/2015/01/studi-banding-harus-implementatif.html?m=0