FITRA Sukabumi : Keterbukaan Publik Masih Rendah di Sukabumi

SUKABUMI (Pos Kota) – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, Jawa Barat menilai keterbukaan lembaga publik di lingkungan  pemerintahan dan partai politik belum dilaksanakan.
Terutama keterbukaan mengenai informasi anggaran. Tindakan ini  tidak sesuai dengan standar layanan informasi sebagaimana yang diamanatkan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) pasal 22.
Aktivis FITRA Sukabumi, Ahmad Jamaludin mengakui keterbukaan informasi dari badan pubik dan parpol di wilayahnya sangat minim. Penilaian ini, kata Ahmad, setelah Fitra meminta informasi anggaran ke 36 badan publik.
“Paling hanya sekitar 36 persen yang memberikan tanggapan atas permintaan dokumen atau data. Keterbukaan publik membuktikan masih rendah,” kata Ahmad sambil menyebutkan pelayanan informasi di badan publik nampaknya masih lamban.
Dijelaskan Ahmad,  FITRA Sukabumi pada Oktober-November 2012 lalu telah mengajukan permohonan dokumen anggaran kepada 28 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan 8 Parpol di Kabupaten Sukabumi.
Dokumen atau data yang diminta untuk SKPD antara lain salinan rencana kerja anggaran (RKA) 2012, salinan daftar penggunaan anggaran (DPA) 2012, salinan laporan realisasi anggaran (RLA) 2011 dan pertanggungjawaban APBD 2011 (khusus DPPKAD).
Untuk parpol yakni jenis dokumen/data yang diminta salinan laporan keuangan 2011. Dasar hukum permintaan dokumen/data diantaranya UU Nomor 14/2008 tentang KIP, PP No.61/2010 tentang Pelaksanaan UU No.14/2008.
“Paling hanya 36 persen yang terkesan terbuka,” cetusnya.
Menanggapi tudingan ini, Kepala Bidang Kominfo Dishub Kominfo Kabupaten Sukabumi, Dadang Sopandi membantah bila telah mempersulit dalam pemberian permohonan dokumen kepada FITRA Sukabumi. Hanya saja, pihaknya ingin bermitra dengan lembaga resmi dan telah memiliki aspek legalitasnya yang jelas.
“Kami mempertanyakan legalitas FITRA Sukabumi untuk pertanggungjawaban. Karena permasalahannya dengan keamanan dokumen,” jelasnya.
Manager Program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika menegaskan lembaganya telah berbadan hukum dengan memiliki  akte notaries. Belum lagi merupakan lembaga jaringan tingkat nasional yakni FITRA. (sule/d) 28-12-2012

Sumber diperoleh dari : POSKOTA News.Com

Minim, Keterbukaan Informasi Publik di Sukabumi

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -— Ruang bagi warga untuk memperleh informasi publik dari Pemkab Sukabumi masih minim.
Padahal, informasi publik seharusnya terbuka berdasarkan ketentuan UU No 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.‘’Untuk mendapatkan data terkait anggaran di instansi pemerintah misalnya masih sulit,’’ ujar Manajer Program Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sukabumi, Ajat Zatnika, kepada Republika, Jumat (28/12).
Kesuimpulan ini didasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan Fitra terhadap 36 badan publik di Kabupaten Sukabumi.Hasilnya, hanya sekitar 13 persen saja dokumen anggaran yang diserahkan.
Rata-rata badan publik menolak memberikan data dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) dan Rencana Kerja Anggaran (RKA).Seharusnya, kata dia, informasi DPA dan RKA ini harus diinformasikan badan publik secara berkala kepada masyarakat.
Kondisi ini merupakan amanat dalam surat edaran Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2001.
Kepala Bidang Kominfo, Disnas Perhubungan, Komunikasi, dan Informasi (Dishubkominfo) Kabupaten Sukabumi, Dadang Sopandi membantah Pemkab Sukabumi mempersulit akses informasi publik.
Menurutnya, lembaga yang mengajukan permintaan informasi publik harus jelas legalitas hukumnya termasuk Fitra. Sehingga dapat diketahui pertanggungjawabannya. (Friday, 28 December 2012, 06:16 WIB)

Sumber diperoleh dari : Republika Online

Tipikor Disdik Kabupaten Sukabumi Karena Lemahnya Pengawasan DPRD

INILAH.COM, Sukabumi - Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi menilai beberapa perkara tindak pidana korupsi (Tipikor) di lingkungan Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Sukabumi bisa jadi karena lemahnya pengawasan dari DPRD.

"DPRD itu punya peranan penting yakni pengawasan atau controling. Dengan adanya Tipikor di Disdik bisa jadi karena pengawasan yang lepas dari DPRD," kata Koordinator Program Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika saat dihubungi INILAH.COM.

Menurut Ajat, peranan pengawasan atau kontroling yang dimiliki DPRD ini perlu dipertanyakan dan perlu dievaluasi. DPRD Kabupaten Sukabumi perlu kehati-hatian dalam menerima usulan atau rencana kerja anggaran (RKA) dari Disdik.

"Terlebih lagi dalam APBD Kabupaten Sukabumi anggaran pendidikan sangat besar mencapai 48%. Kedepan, perlu pengawasan dari DPRD dan juga perlu dievaluasi," ujarnya.

Selain DPRD, lanjut Ajat, masyarakat pun memiliki hak untuk melakukan pengawasan. Karena masyarakat sebagai penerima manfaat dari setiap rencana kerja anggaran. "Masyarakat punya hak dan diatur dalam Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)," imbuhnya.

Sesuai dengan Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2011 tentang rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga (RKA/L) serta daftar isian pelaksanaan anggaran (DIPA) sebagai informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala oleh badan publik.

"Setiap badan publik juga wajib memberikan informasi kepada masyarakat secara berkala," pungkas Ajat.[ang]

Oleh : Budiyanto
Pakuan-Selasa, 27 November 2012

Sumber silahkan klik disini : http://www.inilahkoran.com/read/detail/1931537/tipikor-di-disdik-karena-lemahnya-pengawasan

APBD Kabupaten Sukabumi Hanya Akomodir 6% Usulan Warga

Monday, 01 October 2012
SUKABUMI –Hasil kajian Forum  Indonesia untuk Transparansi  Anggaran (Fitra) menunjukan  APBD Kabupaten Sukabumi  hanya mampu mengakomodir  usulan warga sebesar 6%. 

Pemerintah daerah juga  dinilai belum mampu bersikap  transparan atas pengalokasian  dana APBD setiap tahunnya.  Manager Program Fitra Sukabumi,  Ajat Zatnika menuturkan  Pemkab Sukabumi belum  sepenuhnya mampu mengalokasikan  dana ABPD senilai  Rp1,8 triliun untuk pembangunan  yang didasari usulan  warga. Hal ini berdasarkan hasil  kajian terhadap pelaksanaan  APBD sejak 2009 hingga  2010.

“Konsep pembangunan setiap  tahunnya yang berdasarkan  usulan warga melalui musyawarah  rencana pembangunan  (musrenbang) tidak seluruhnya  terakomodir APBD.Untuk  usulan kegiatan pembangunan  dari masyarakat hanya  terakomodir 6% dan untuk jenis  kegiatannya hanya terakomodir  36,02 %,”ungkap Ajat.  Akibatnya,tidak sedikit pemerintah  desa yang enggan menyelenggarakan  musrenbang.  Pasalnya usulan yang berasal  dari tingkat RT/RW nyaris tidak  pernah terakomodir  APBD. Dampaknya kepala  desa kerap menjadi pelampiasan  kekecewaan warga.

“Kondisi ini terungkap  berdasarkan banyaknya  pengaduan dari asosiasi kepala  desa kepada kami. Mereka  cenderung memilih untuk  tidak melakukan musrenbang.  Kalaupun ada kegiatan  pembangunan yang dibiayai  APBD di salah satu desa, namun  itu bukan yang diusulkan  warga,”katanya.  Kajian Fitra juga menunjukan  hingga kini Pemda Kabupaten  Sukabumi belum bisa  bersikap transparan terhadap  pengalokasian serta pelaksanaan  APBD.Alasannya warga  masih kesulitan untuk mengakses  dana APBD.  Padahal dokumen anggaran  publik tersebut harus  diketahui secara umum.

Bahkan  fakta yang terungkap,  tidak sedikit anggota legislatif  tidak memiliki dokumen  APBD. Padahal lembaga tersebut  harus melakukan pengawasan.  Anggota DPRD Kabupaten  Sukabumi Ade Hendrawan mengemukakan  sejatinya musrenbang  merupakan bagian  dari mekanisme atau tahapan  bagi pemerintah daerah dalam  menentukan pembiayaan  pembangunan. Hanya saja,  musrenbang tidak bersifat  mutlak karena penentuan  pembangunan harus menggunakan  skala prioritas.  toni kamajaya

Alokasi Dana Desa di Kabupaten Sukabumi Tahun 2012

Berdasarkan permendagri no. 22 tahun 2011 tentang pedoman penyusunan APBD 2012 mengamanatkan bahwa "Pemerintah  kabupaten/kota  menganggarkan  bantuan  keuangan kepada  pemerintah  desa  paling  sedikit  10%  dari  dana  perimbangan yang  diterimanya.  Pembagian  untuk  setiap  desa  ditetapkan  secara proporsional dengan keputusan kepala daerah. Bantuan keuangan ini merupakan  Alokasi  Dana  Desa  (ADD)  sesuai  Pasal  68  Peraturan Pemerintah  Nomor  72  Tahun  2005  tentang  Desa.  Selain  itu,  pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat memberikan bantuan keuangan lainnya kepada pemerintah desa dalam rangka percepatan pembangunan desa sesuai kemampuan keuangan daerah". Namun pada kenyataanya di Kabupaten Sukabumi pada APBD 2012 baru menganggarkan sebesar Rp. 548.153.31.000,- (3,83% dari total dana perimbangan Rp. 1.430.090.418.144,-). Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Bappeda & DPPKAD pada saat diskusi publik yang diselenggarakan FITRA Sukabumi pada hari kamis tanggal 27 September 2012 mengklarifikasi bahwa Pemda sudah mengalokasikan kurang lebih 10% setelah dikurangi gaji pegawai. Padahal dalam permendagri tidak ada redaksi kalimat yang menyatakan perhitungan 10% itu harus dikurangi gaji pegawai terlebih dahulu. Jadi jika 10% bantuan keuangan kepada pemerintah desa dari total dana perimbangan yang diterima mestinya sekitar 140 Milyar. Sehingga jika dimisalkan dibagi kepada 367 desa/kel, masing-masing desa/kel bisa mendapatkan alokasi sekitar 380 jutaan. Satu hal lagi yang harus dikritisi bahwa dalam pembagian ADD berdasarkan permendagri no. 22 tahun 2011 diamanatkan harus dilakukan secara proporsional, namun pada kenyataannya ADD di Kabupaten Sukabumi masih diberikan secara "flat"(sama rata) dan di "plot" (ditentukan) penggunaannya. Lalu dimana otonomi desanya?

Anggaran untuk Pemekaran Kabupaten Sukabumi

Pemekaran Kabupaten Sukabumi sudah menjadi agenda pembangunan, yang dituangkan dalam RPJMD 2006-2010 dan RPJMD 2011-2015 dan sampai sekarang masih menjadi prioritas khusus dari 11 prioritas pembangunan. Upaya pemekaran Kab. Sukabumi, anggarannya telah di alokasikan sejak tahun 2007 pada Pos Sekretariat Daerah. Pada tahun 2007 dgn nama program "Konsultasi Pemekaran Kabupaten", pada tahun 2008-2011 dgn nama program "Program Pencapaian Pemekaran Kabupaten Konsultasi Pemekaran Kabupaten", Tahun 2012 dgn nama program "Fasilitasi Penataan Daerah Otonom Pemekaran Kab. Sukabumi (luncuran 2011). Rincian anggarannya sebagai berikut : Tahun 2007=Rp. 225.000.000,- Tahun 2008=Rp. 275.000.000,- Tahun 2009=Rp. 430.000.000,- Tahun 2010=Rp. 300.000.000,- Tahun 2011=Rp. 176.350.000,- dan Tahun 2012(Luncuran 2011)=Rp. 58.010.000,-. Jadi total anggaran untuk program pemekaran Kab. Sukabumi sampai dengan tahun 2012 sebesar Rp. 1.406.350.000,-. Mangga dikaji ku dulur2, uang sebanyak itu hanya untuk upaya pemekaran kab. smi tapi sampai saat ini pemekaran tidak pernah terwujud. Untuk mengatasi layanan publik, sebenarnya bukanlah Kab. Smi harus dipekarkan, tapi berikan pelimpahan sebagian wewenang kabupaten kepada kecamatan dalam melakukan pelayanan publik, karena dgn pemekaran tidaklah bisa menjamin masyarakat menjadi sejahtera, yang ada hanyalah terpenuhinya kepentingan2 elit politik yang ingin menempati daerah kekuasaan baru...

Fitra Ajak Masyarakat Sukabumi Diskusikan APBD

Fitra Ajak Masyarakat Sukabumi Diskusikan APBD
Seratusan warga Kabupaten Sukabumi dari berbagai perwakilan mengikuti Diskusi Publik yang digelar Fitra Sukabumi di Gedung Pendopo Kabupaten Sukabumi, Kamis (27/9/2012). - inilah.com/Budiyanto
Oleh: budiyanto
Jabar - Kamis, 27 September 2012 | 13:52 WIB

INILAH.COM, Sukabumi - Seratusan warga Kabupaten Sukabumi dari berbagai perwakilan mengikuti Diskusi Publik yang digelar Fitra Sukabumi di Gedung Pendopo Kabupaten Sukabumi, Kamis (27/9/2012).
Diskusi publik yang digelar saat ini membahas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sukabumi dengan tema Kepada siapakah APBD Kabupaten Sukabumi Berpihak.
“APBD sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah yang paling penting dan konkret. Karena dampaknya akan dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata Koordinator Program Fitra Sukabumi Ajat Zatnika di sela-sela acara.
Dalam diskusi publik kali ini hadir para pembicara di antaranya dari Komisi Informasi Publik (KIP) Provinsi Jawa Barat Mahi M Hikmat, Bagian Anggaran DPRD Kabupaten Sukabumi Ayi Abdullah dan dari Sekretaris Bappeda Kabupaten Sukabumi Asep Hikmat serta dari Koordinator Program Fitra Ajat Zatnika.
Peserta berasal dari berbagai unsur di antaranya perwakilan himpunan mahasiswa, unsur pemuda, kepada desa, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan pemerintah setempat. [ing]
Sumber : http://www.inilahjabar.com/read/detail/1909526/fitra-ajak-masyarakat-sukabumi-disuksikan-apbd

Warga Sukabumi Kesulitan Akses Dokumen Publik

Warga Sukabumi Kesulitan Akses Dokumen Publik
ilustrasi
Oleh: Budiyanto
Jabar - Minggu, 16 September 2012 | 23:02 WIB

INILAH.COM, Sukabumi - Masyakat Kota dan Kabupaten Sukabumi disinyalir masih kesulitan untuk mendapatkan informasi dan dokumen publik pada pemerintahan. Hal tersebut berdasarkan hasil survey yang dilakukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sukabumi beberapa waktu lalu.

Padahal seharusnya masyarakat bisa mengakses dokumen publik seperti anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Karena untuk akses dokumen publik telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

''Dalam aturannya dokumen publik tersebut dapat diakses secara terbuka,'' kata Manajer Program Fitra Sukabumi Ajat Zatnika kepada INILAH.COM di sela-sela acara Constituent Meeting di Resort Pangrango Jalan Selabintana, Sabtu (15/9/2012).

Menurut Ajat, terkait dokumen publik ini, kesimpulan hasil survei Fitra di Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Sukabumi dan Pemerintahan Kota (Pemkot) Sukabumi para pejabat masih sulit memberikan akses bagi masyarakat.

''Kami sudah melakukan investigasi ternyata memang sulit. Bahkan mereka beranggapan dokumen perencanaan maupun penganggaraan dalam APBD masih dianggap sebagai rahasia negara,'' ujarnya.

Ajat menyatakan seharusnya dokumen tersebut dapat diberikan secara mudah kepada masyarakat. Hal ini untuk mendukung upaya menggali partisipasi masyarakat dalam pembangunan yang sering digaungkan pemerintah.

''Jika akses dokumen ditutup, maka masyarakat tidak mengetahui apa yang dilakukan pemerintah,'' imbuh Ajat.

Juga, lanjut Ajat, media publikasi dokumen publik melalui media website atau situs internet milik pemerintah masih menyajikan data tidak lengkap. ''Bila membuka website, data yang ditampilkan masih itu-itu juga, tidak menampilkan pembaharuan data atau update terbaru,'' tuturnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan, Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Sukabumi Kostaman mengatakan lembaganya terbuka untuk memberikan informasi dan data.

''Data seperti yang diminta Fitra sudah kami berikan,'' kata Kostaman yang hadir dalam kegiatan diskusi soal anggaran tersebut.[jul]
Sumber: http://www.inilahjabar.com/read/detail/1905529/warga-sukabumi-kesulitan-akses-dokumen-publik

Fitra Sukabumi Sesalkan 6 Anggota DPR RI Absen


Fitra Sukabumi Sesalkan 6 Anggota DPR RI Absen
Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (Fitra) menyayangkan ketidakhadiran enam anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat IV. - inilah.com/Budiyanto
Oleh: Budiyanto
Jabar - Sabtu, 15 September 2012 | 15:37 WIB
INILAH.COM, Sukabumi - Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (Fitra) menyayangkan ketidakhadiran enam anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat IV.
Padahal anggota dewan yang sedianya akan diajak diskusi bersama itu sudah diundang sejak tiga pekan sebelumnya.
''Kegiatan ini digelar sekarang karena menyesuaikan waktu keenamnya. Dan kami sudah mengonfirmasi sejak lama dan mereka mempunyai waktunya antara Sabtu dan Minggu,'' kata Manager Program Fitra Sukabumi Ajat Zatnika kepada INILAH.COM, Sabtu (15/9/2012).
Menurut Ajat ketidakhadiran para anggota DPR RI dapil Jabar IV ini membuat diskusi tidak optimal. Padahal harapannya diskusi yang digelar dapat menjadi masukan para wakil rakyat.
''Diskusi dan hasil kajian ini dapat ditangkap oleh mereka dan permasalahan atau kondisi keuangan daerah dapat diketahui,'' harapnya.
Keenam anggota DPR RI dari dapil Kota dan Kabupaten Sukabumi) yakni Ingrid MP Kansil, Ribka Tjiptaning, Dewi Asmara, Reni Marlinawati, Yudi Widiana Adi dan Pasha Ismaya Sukardi.
''Mereka sudah memberikan alasan ketidakhadirannya melalui surat, maupun SMS. Ada yang alasan menemani orangtuanya sakit di Singapura, dan ada yang menemani kunjungan Menteri juga tugas dari partai ke daerah,'' tutur Ajat.
Diberitakan sebelumnya enam anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat IV tidak hadir dalam Constituent Meeting yang digelar Forum Indonesia untuk Transparan Anggaran (Fitra) membuat para peserta kecewa.
Kegiatan yang bertujuan memfasilitasi pelaksanaan diskusi tentang anggaran antara pemerintah daerah, konstituen dan anggota DPR RI dapil Jabar IV digelar di Resort Pangrango, Jalan Selabintana Kecamatan/Kabupaten Sukabumi, Sabtu (15/9/2012).[ito]http://www.inilahjabar.com/read/detail/1905234/fitra-sukabumi-sesalkan-6-anggota-dpr-ri-absen

Diskusi Upaya Penanggulangan Kemiskinan di Kabupaten Sukabumi & Buka Puasa Bersama 1433 H



Saung Sobat, 9 Agustus 2012

BUKBER LSM :FITRA Sukabumi saat menikmati buka puasa bersama belum lama ini.foto:nunur/radarsukabumi

Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi menggelar kegiatan buka bersama dengan dengan berbagai elemen lapisan masyarakat. Kegiatan tersebut, selain untuk lebih mempererat tali silaturahmi, juga untuk membahas beberapa persoalan mengenai anggaran dan program penuntasan kemiskinan di Kabupaten Sukabumi. Dari hasil kajian tersebut, rencananya akan diajukan kepada Pemkab Sukabumi. (nur)
Sumber: http://radarsukabumi.com/?p=22558

FITRA Fasilitasi Komunikasi Masyarakat dengan Wakil Rakyat

http://sentanaonline.com/detail_news/main/7142/1/01/05/2012/FITRA-Fasilitasi-Komunikasi-Masyarakat-dengan-Wakil-Rakyat--
Selasa, 01 Mei 2012 — 03:55:47 WIB

FITRA Fasilitasi Komunikasi Masyarakat dengan Wakil Rakyat


Sukabumi, SENTANAonline.com
PENGANGGARAN harus sesuai dengan perencanaan. Namun, tidak semua penganggaran sesuai dengan yang direncanakan oleh masyarakat. Sehingga kebijakan pemerintah tentang penggunaan anggaran terkadang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.
Hal itu dikatakan Manger Program Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi Ajat Zatnika pada Forum Grup Discusion (FGD) di Hotel Taman Sari, kemarin.Kegiatan tersebut dihadiri Anggota DPR RI Komsi X, Ir Yudi Widiana Adya.
Dijelaskan, tidak sejalannya realisasi anggaran, karena masyarakat tidak dilibatkan dalam penentuan kebutuhan. “Ini yang menyebabkan tidak nyambung antara kebutuhan dan realisasi anggaran,”ujarnya.
Untuk mengatasai masalah tersebut, kata Ajat, FITRA mencoba menfasilitasi.Caranya dengan mempertemukan langsung antara komponen masyarakat dengan Anggota DPR RI. “Kami hanya mediator pertemuan antara perwakilan dari masyarakat Kota dan Kabupaten Sukabumi dengabn Anggota DPR RI Daerah Pemilihan (Dapil) Sukabumi,” katanya.
Memang katanya, pembangunan di suatu daerah direncanakan melalui Musyawarah rencana pembangunan (Musrenbang) . Namun,pada kenyataannya, realisasinya belum sesuai dengan keinginan masyarakat. “Makanya perlu ada ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan persoalan yang menjadi kebutuhan kepada wakilnya, khususnya Anggota DPR RI Dapil Sukabumi,” ujarnya. Namun katanya,tidak semua bidang diberikan ruang untuk  disampaikan. Hal itu mengingat keterbatasan waktu, baik bagi anggota legislative maupun masyarakat. ”Untuk sementara bidang kesehatan dan pendidikan saja dulu yang di prioritaskan,” pungkasnya.(NIF)

Pemahaman Anggaran Dewan Lemah

Pemahaman Anggaran Dewan Lemah


PESERTA DISKUSI: Sejumlah peserta membaca Komik tentang proses perencanaan anggaran dalam acara diskusi di Hotel Taman Sari, kemarin 30 April 2012


CIKOLE – Sekretariat Nasional Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA), menyentil lemahnya anggota legislatif baik itu dari DPR RI maupun DPRD dalam memahami dan mengerti mengenai proses perencanaan dan penganggaran. Padahal semua anggota legislatif seharusnya mengerti akan hal tersebut terutama melihat fungsi dan tugasnya.
Kritik tersebut, dituangkannya melalui buku komik yang berjudul Pak Bujet Melek Anggaran. Dalam komik tersebut diceritakan, dimana masih lemahnya masyarakat mengenai proses perencanaan penganggaran termasuk masalah pendapatan yang dimasukan kedalam APBD juga masalah pengeluarannya. “Rencananya, buku ini akan kita bagikan ke DPR RI dan juga ke DPRD di masing-masing daerah termasuk Kota Sukabumi. Masalahnya, tidak semua anggota Dewan melek atau mengetahui proses anggaran,” ujar Divisi Riset dan Pengembangan Anggaran Negara Seknas Fitra, Lukman Hakim kepada Radar Sukabumi, kemarin.
Selain ke DPR RI dan DPRD, komik yang dibuat 500 eksemplar tersebut rencananya akan disebar juga ke masyarakat-masyarakat agar mengetahui mengenai proses perencanaan dan penganggaran. Meskipun, ini baru tahap awal dan penyebarannyapun masih dibatasi. “Unutuk sekarang ini, kita baru menyebarkannya melalui FITRA Sukabumi. Ke depannya, ada dua daerah lagi yang kita akan lakukan penyebaran yakni Bondowoso Provinsi Jawa Timur dan Palembang Provinsi Sumatra Selatan,” lanjutnya.
Dijelaskann Lukman, ketika masyarakat, NGO dan lain sebagainya membaca dan memahami makna buku komik tersebut, diharapkan akan menimbulkan jiwa kritis dan mengetahui hak-hak yang harus diperjuangkannya. “Saat ini masyarakat hanya tahu mereka korupsi uang rakyat. Tapi tidak mengetahui proses dan dari mana anggaran yang mereka colong teresebut,” lanjutnya.
Sementara itu, menurut Manajer FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan kegiatan diskusi anggaran tersebut merupakan rangkaian program FITRA dalam mendampingi dan mengadvokasi masalah perencanaan dan penganggaran pemerintah. Sehingga, masyarakat tahu mana hak dan kewajiban, mana yang harus diperjuangkan. “Ketika masyarakat tidak mengetahui proses perencanaan dan penganggaran, maka pemerintah lebih mudah untuk mebodohi masyarakat. Namun ketika masyarakat mengetahui proses perencanaan dan penganggaran, minimal mereka bisa mengawal setiap uslulan yang diajukan sampai pada tataran implementasi,” terang Ajat.(nur)
Sumber: http://radarsukabumi.com/?p=10320

Masyarakat pun Diajak Melek Anggaran Pemerintah

http://www.inilah.com/read/detail/1856346/masyarakat-pun-diajak-melek-anggaran-pemerintah
Headline
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menggelar diskusi anggaran 'Siklus dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran', Senin (30/4/2012). - inilah.com/Budiyanto
Oleh: Budiyanto
web - Senin, 30 April 2012 | 23:00 WIB
INILAH.COM, Sukabumi - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menggelar diskusi anggaran 'Siklus dan Mekanisme Perencanaan dan Penganggaran' di Hotel Taman Sari Kota Sukabumi, Senin (30/4/2012).

"Diskusi ini diantaranya sharing pemahaman tentang perencanaan pengganggaran pemerintahan pusat dan daerah. Kami ingin mendapatkan masukan," kata Manager Program FITRA Sukabumi Ajat Zatnika kepada INILAH.COM, Senin (30/4/2012).

Ajat menuturkan, banyak orang yang kurang memahami mengenai perencanaan anggaran hingga ditetapkan menjadi anggaran. Padahal dari awal banyak masyarakat yang ikut andil sebelumnya.

"Kami berharap dari diskusi ini banyak masyarakat yang memahami proses perencanaan penganggaran. Dan ke depannya dapat ikut mengawasi penggunaannya," ujarnya.

Diskusi ini diikuti sejumlah 20 peserta dari lembaga swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi dan jurnalis di wilayah Kota dan Kabupaten Sukabumi.[ang]

Pusat dan Daerah Tidak Singkron

http://radarsukabumi.com/?p=10109
30 April 2012 Radar Sukabumi
Pusat dan Daerah Tidak Singkron


DIALOG:Direktur Program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika saat memaparkan program terkait perencaan anggaran dalam FGD di Hotel Taman Sari, kemarin.
CIKOLE – Amanat Undang-undang nomor 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan sebagai dasar hukum pelaksanaan pembanguan daerah melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) nampaknya masih belum berjalan optimal.
Dikatakan Direktur Program Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, Ajat Zatnika sampai saat ini masih banyak kendala yang dihadapi dalam proses kegiatan musrenbang salah satunya, tidak singkronnya antara program pusat dengan daerah.
 ”Antara program pusat dengan daerah termasuk perencanaannya masih belum sinergis. Makanya, dengan kegiatan Forum Grup Discusion (FGD) ini kita mengundang semua anggota DPR RI dapil Jabar IV agar hasil diskusi ini bisa dijadikan acuan dan dijadikan dasar untuk dibahas lagi. Meskipun saya harus kecewa karena hanya satu anggota DPR RI yang merespon,” ujar Ajat di sela-sela kegiatan FGD di Hotel Taman Sari Jalan Suryakencana Kota Sukabumi, kemarin.
 Selain itu, pengaruh kekuatan politik dalam menentukan program prioritas usulan juga masih menghambat pengajuan masyarakat yang dilakukan melalui musrenbang. Tidak hanya itu, keterlibatan masyarakat dalam proses musrenbang sendiri masih minim termasuk dari ajuan-ajuannya tergolong lemah sehingga bisa dimudahkan untuk dimentahkan program yang diajukan melalui jalur politik dan teknokratik. “Dari pengajuan masyarakat, masih bersifat pada pengajuan pisik saja. Sementara untuk pengajuan program jangka panjang masih jarang diajukan,” lanjutnya.
Ditambahkan Ajat, perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang paling krusial dalam penyelenggaraan pemerintahan, karena berkaitan dengan tujuan dari pemerintahan itu sendiri untuk mensejahterakan rakyatnya. Perencanaan dan penganggaran merupakan proses yang terintegrasi, karena output dari perencanaan adalah penganggaran. “Kalau dari proses musrenbangnya masih normatif fisik saja, ini menandakan ada ketidak sesuaian dan kurangnya sosialisasi kepada masyarakat. Ini juga bisa berdampak tidak tercapainya visi-misi,” terang Ajat.
 Hal serupa juga dikatakan Anggota DPR RI, Yudi Widiana Adia yang kebetulan merupakan satu-satunya anggota DPR RI dari dapil Jabar IV yang hadir pada kegiatan tersebut. Menurutnya, memang untuk sinergitas dari usulan daerah dengan pusat masih tidak sesuai harapan. Dari serangkaian usulan yang diajukan daerah, paling bermasalah menurut Yudi dari bidang pendidikan. “Untuk masalah pendidikan memang paling bermasalah. Anggaran banyak, namun programnya sedikit,” ujarnya.(nur

45 Persen Warga Masih Miskin


26 Maret 2012 Radar Sukabumi


KOORDINASI LSM : Sejumlah pengurus LSM saat menggelar rapat pertemuan di kantor FITRA Sukabumi untuk membahas APBD penanggulangan kemiskinan. mardian radar
CISAAT- Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Forum Informasi Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi mengklaim jika 45 persen warga Kabupaten Sukabumi masih hidup di bawah garis kemiskinan. Ini terungkap saat FITRA menggelar pertemuan bersama sejumlah perwakilan LSM di Desa Nagrak Kecamatan Cisaat. Pertemuan ini, juga membahas serapan Anggaran Pengeluaran Dan Belanja Daerah (APBD) dalam menanggulangi kemiskinan di Sukabumi.
Asistan Manajer FITRA Ajat Zatnika menuturkan, dari Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS) 2011, tercatat warga miskin di Kabupaten Sukabumi berjumlah 1.296.000 jiwa. Itu artinya, sekitar 45 persen dari total keseluruhan warga masih miskin. “Serapan anggaran pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan masih harus dimonitor. Sebab, ini masih timpang. Di mana, pemerintah hanya terfokus untuk menutup biaya pegawai saja,” ulasnya.
Besaran dana yang kami peroleh  dari Budget Resource Center atau Pusat Pengetahuan Anggaran Kabupaten Sukabumi 2011 menyebutkan, pendapatan APBD  yang diperoleh yaitu Rp1.817.709.615 yang terdiri dari pendapatan  daerah Rp138.028.720 (7,59%),dana perimbangan Rp1.210.908.072 (66,61%) dan pendapatan lain-lain yang sah Rp468.772.8223;(25,78%). Anggaran belanja selama 2011 yaitu berjumlah Rp1.982.638.000 yag terdiri dari (1) belanja ;angsung satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) Rp102.089.113 (12,77%),Belanja langsung Urusan Program(BL-UP) Rp.697.122.491 (87,22%) dan (2) belanja tidak langsung Rp 1.183.638.000 yang terdiri dariBelanja Pegawai Pemkab-DPRD Rp 946.871.672 (79,99%) dan belanja bagi hasil Rp 12.452.655 (1,05%)  program non SKPD  terdiri dari Belanja hibah Rp 157.332.487 (13,29%),belanja Bantuan Sosial Rp 6.784.500 (0.57%), Belanja Bantuan Keuangan Rp50.021.081 (4,25%) dan belanja tak terduga Rp 10.000.000 (0,84%).
Jadi dari rincian itu, dapat disimulasikan belanja dalam APBD Kabupaten Sukabumi tahun 2011 sebesar Rp 1.982.638.000 dan bisa dirumuskan secara “leluasa” atau Diskresi keuangan daerah oleh pemda dan DPRD Kabupaten Sukabumi sebesar Rp 921.224.559 yang dialokasikan untuk Aspirasi masyarakat melalui musrenbang kecamatan/pagu kewilayahan (10% atau sekitar Rp 92 miliar), program/kegiatan SKPD sesuai renstra/renja SKPD (80% sekitar Rp 737 miliar),Alokasi untuk Implementasi kebijakan kepala daerah/bupati (5% atau sekitar Rp 46 miliar) dan untuk alokasi aspirasi anggota DPRD (5% atau sekitar Rp46 miliar).
Untuk menentukan besaran alokasi perwilayah kecamatan,Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) melakukan perhitungan secara teknokraatis dengan merujuk   pada obyektif kecamatan dan data-data IPM.paparnya pada seluruh anggota dalam pertemuan tersebut.
Asistent Sekretaris dari Oemberdayaan Perempuan dan Transformasi Sosial (PPSP) Pasundan juga menuturkan program yang sedang dilaksanakannya yaitu Peningkatan partisiasi peremouan dalam memajukan pemenuhan hak-hak dasar perempuan miskin dalam bidang Ekonomi,Pendidikan,dan Kesehatan di tingkat Desa.
Dari impelemntasi RPMI, ada enam desa  di kecamatan Sukabumi,cicantayan, dan gunung guruh yang dijadikan desa inti pembeljaran dan dua desa yang di jadikan model desa intergrasi yaitu desa Hegar manah di kecamatan cicantayan dan desa sukamanis di Kadudampit.
Sekretaris PNPM Dede mengusulkan pada pertemuan selanjutnya diharapkan  ada nya agenda tematik khusus yang di bahas  dan mengenai rencana selanjutnya, dan itu sekaligus menutup pertemuan tersebut dengan rencana aka di lanjutkan kembali pada pertemuan selanjutny di sekertariat pnpm kota sukabumi.(cr7)
Sumber: http://radarsukabumi.com/?p=7025

Pasien Dibebani Kenaikan Biaya Operasional

Herlambang Jaluardi | Agus Mulyadi | Senin, 12 Maret 2012 | 22:59 WIB


shutterstock Ilustrasi
SUKABUMI, KOMPAS.com - RSUD R Syamsudin SH, Kota Sukabumi, Jabar, berencana menaikkan biaya perawatan untuk menutupi kebutuhan operasional dan perawatan. Rata-rata kenaikan 30 persen, dan selambat-lambatnya diberlakukan Mei mendatang.
Kenaikan ini untuk mencukupi kebutuhan operasional rumah sakit, dan juga memperbaiki tingkat pendapatan asli daerah sementara (PADS).
"Selain itu, kenaikan untuk menambah subsidi silang pada bulan-bulan tertentu saat banyak pasien," kata Direktur RSUD R Syamsudin SH, Suherman, Senin (12/3/2012).
Ia mengatakan, kenaikan biaya pelayanan itu didasarkan pada Perda Nomor 21/2011 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Kelas 3RSUD R Syamsudin SH, yang ditetapkan pada 30 Desember 2011.
Akibat dari peraturan tersebut, biaya rawat inap di Kelas 3 yang sebelumnya Rp 30.000 per hari, meningkat menjadi Rp 50.000 per hari. Rinciannya, Rp 35.000 untuk biaya jasa rumah sakit, dan Rp 15.000 untuk biaya jasa pelayanan. Biaya tindakan medis menjadi Rp 4.500 hingga Rp 15.000, tergantung jenis tindakannya.
Suherman menambahkan, mata biaya operasional yang dimaksud, antara lain untuk membiayai tagihan listrik, air, pemeliharaan peralatan, serta makanan bagi pasien. Sementara untuk peremajaan alat kesehatan seperti pemutakhiran sarana operasi, merupakan tanggung jawab pemerintah daerah.
Total penerimaan rumah sakit itu pada 2011 menurut Suherman sekitar Rp 87 miliar. Sebesar 56 persen di antaranya digunakan untuk biaya operasional dan perawatan rumah sakit. Sisanya digunakan untuk biaya peningkatan kapasitas SDM (sumber daya manusia).
"Kenaikan biaya operasional itu nantinya juga untuk rekrutmen perawat baru," lanjut Suherman.
Pengguna jasa rumah sakit keberatan dengan rencana kena ikan biaya tersebut. Terlebih lagi, saat ini, masyarakat sedang cemas dampak dari rencana kenaikan harga BBM. Kenaikan biaya operasional disebutkan memberatkan masyarakat yang tidak mendapat layanan baik Jamkesmas maupun Jampersal.
"Jika rumah sakit tetap menaikkan biaya pelayanan, kami berharap ada perbaikan jasa kepada kami. Salah satunya adalah ketepatan jadwal pemeriksaan dokter. Ibu mertua saya sudah dua hari dirawat inap di sini, tetapi belum sekalipun diperiksa oleh dokter," kata Endin (42), warga Kecamatan Cisaat yang sedang menjaga mertuanya.
Ajat Zatnika, Manager Program Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi, mengatakan, pihak rumah sakit harus memberi jaminan kepada masyarakat akan adanya peningkatan kualitas layanan kesehatan. Salah satunya menyangkut ketersediaan dokter dan kecakapan perawat.
"Dokter yang bertugas di rumah sakit harus memprioritaskan melayani pasien yang dirawat di rumah sakit, bukan yang di tempat praktek pribadi mereka. Hal ini masih sering terjadi di sejumlah rumah sakit pemerintah," kata Ajat.
Sumber: http://regional.kompas.com/read/2012/03/12/22594628/Pasien.Dibebani.Kenaikan.Biaya.Operasional..