RSUD Terindikasi Korupsi Rp5 M, Inspektorat Mana, di Mana??



SUKABUMI – Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) R Syamsudin SH terindikasi korupsi. Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ditemukan penyalahgunaan anggaran tahun 2013 sekitar Rp5 milliar lebih.
Untuk memperjelas posisi kasusnya, Forum Indonesia untuk Tranparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi akan melayangkan surat kepada manajemen. “Kami akan minta klarifikasinya seperti apa,” ujar Manajer Program Kerja Fitra Sukabumi, Ajat Zatnika kepadasepertiini.com, Kamis (27/11/2014).
Ajat menelisik, anggaran miliaran tersebut diperuntukan bagi peningkatan kapasitas manajemen rumah sakit dan pelayanan jasa, namun tidak bisa di pertanggungjawabkan.
Cara lain yang akan dilakukan selain melayangkan surat ke manajemen RSUD, sambung Ajat, akan menyurati Inspektorat Kota Sukabumi selaku pemeriksa internal. Karena insitusi tersebut dalam pemeriksaan ke setiap instansi, OPD atau dinas, masih belum klir. BPK sendiri masih menemukan OPD yang bermasalah, terutama dalam pengguna anggaran.
”Ketika inspektorat sudah melakukan pemeriksaan dengan baik, saat  BPK melakukan audit kembali tidak akan ditemukan OPD yang bermasalah, dan ini  yang membuat kami heran,” katanya.
Ajat menilai wajar jika  timbul pertanyaan dari berbagai kalangan
terkait fungsi dan kinerja inspektorat serta bagaimana cara melakukan pemeriksaan. ”Apa harus dibilang fungsi inspektorat itu tidak jelas, ini yang akan kita tekan kepada inspektorat Kota Sukabumi,” tandasnya.

Ajat juga mengatakan, segera melayangkan surat ke pimpinan daerah di kota maupun kabupaten Sukabumi, terkait banyaknya temuan-temuan hasil audit BPK. ”Termasuk nanti kita pertanyakan temuan dana hibah yang sampai saat ini belum dipertanggungjawabkan oleh penerima dana hibah tersebut,” tutupnya.

Sumber ini didapat dari http://www.sepertiini.com/read/2014/11/7273/rsud-terindikasi-korupsi-rp5-m-inspektorat-mana-di-mana.html

FITRA Sukabumi Dorong Jurnalis Warga

SUKABUMI – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi bekerjasama Pemerintah Kabupaten Sukabumi menggelar acara diskusi publik tentang Audit Sosial dan Citizen Jornalism di Aula Pendopo Sukabumi.
Kegiatan yang dibuka Bupati Sukabumi Sukmawijaya mengundang narasumber Kepala DPPKAD Sukabumi Iyos Somantri, perwakilan DPRD Komisi I H Aka. Menurut Koordinator Fitra Sukabumi Ajat Zatnika, audit sosial dan Citizen Jurnalism  atau jurnalis warga dianggap masih kurang familiar di mata masyarakat, padahal dipandang sangat efektif sebagai kontrol sosial demi pembangunan di era teknologi informasi.
Meski bebas dilakukan siapapun, namun citizen journalism) tetap mengikuti kaidah yang benar. “Tidak boleh menyebarkan berita bohong, fitnah dan tidak menyebabkan terjadinya konflik SARA. Semua informasi harus menyebutkan nama dan sumber yang jelas,” katanya.
Sementera itu, Ketua Institut for Innovation Partisifatory Development and Governance (Inisiatif) Nandang menjelaskan audit sosial sangatlah berbeda dengan audit keuangan. Terkadang masyarakat tidak akan menemui kesalahan dalam audit keuangan sedangkan dalam audit sosial justru kesalahan dan akurasi data bisa ditemukan. “Audit sosial didefinisikan kepada suatu proses orang – orang penerima manfaat dari kebijakan suatu program, dulu pada 1970an dipergunakan beberapa perusahaan swasta untuk menanggapi keprihatinan yang diajukan oleh konsumen dan gerakan lingkungan. Baru pada 1980an konsep ini bergeser dari swasta ke sektor publik dalam menanggapi tren pemerintahan baru demokratis bermunculan,” terang Nandang.

Sumber ini didapat dari http://metropolitanonline.co/2014/11/27/fitra-dorong-jurnalis-warga

JURNALIS WARGA DIPANDANG EFEKTIF SEBAGAI KONTROL SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN DAERAH


Inilah para kader posyandu dari dua Desa, yaitu Desa Sukaresmi dan Desa Cipetir saat mengikuti pelatihan dan pembinaan program citizen journalism yang diselenggaran oleh FITRA Sukabumi di rumah ketua kader Posyandu Kol-2 Kp. Cijambe Girang Rt. 20/10 Desa Sukaresmi Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Jumat (07/10) 2014.
Dalam kegiatan ini, para kaderpun terlihat sangat antusias dalam mengikuti bimbingan dan pengarahan dari Reporter Radio Megaswara Sukabumi, Isman Safa yang di dampingi koordinator lapangan Fitra Sukabumi, Samsul Hidayat. Dalam keterangannya Samsul menuturkan, bahwa program Citizen Journalism atau juranalis warga bertujuan untuk menggali berbagai informasi sosial yang terjadi disetiap lingkungan masyarakat dengan sumber dan langsung disampaikan oleh masyarakat melalui media radio.
“Jadi program ini bertujuan untuk menindaklanjuti program-program FITRA sebelumnya yaitu mengeksplor setiap potret kehidupan sosial masyarakat dan langsung dapat  didenger ataupun diketahui oleh masyarakat umum melalui siaran radio, koran maupun online. Intinya kita ingin menjadikan para kader ini sebagai jurnalis atau reporter yang bisa menyampaikan setiap kejadian atau pristiwa sosial yang terjadi dilingkungannya. “tuturnya”.
Sementara itu, menurut Neneng sebagai kader posyandu Desa Sukaresmi dirinya sangat berterima kasih kepada FITRA Sukabumi yang selama ini terus menjalin kerjasama dengan para kader posyandu dalam menjalankan fungsinya dan sekaligus sebagai  kontrol sosial atas kebijakan-kebijakan pemerintah daerah.
” Saya sebagi kader mengucapkan terima kasih kepada FITRA yang sudah banyak membantu para kader, khususnya di sukaresmi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, baik sebagai kader kesehatan maupun kader sosial lainnya. Nah melalui program citizen journalism ini semoga dapat melengkapi data dan informasi mengenai keadaan sosial masyarakat kami, apalagi nanti kami lah yang menyampaikan langsung melalui media radio dan media lainnya. Contohnya di wilayah kami dalam kurun waktu satu tahun ini  sudah terjadi 3 kasus kematian bayi yang luput dari pemberitaan. Maka dengan adanya kegiatan ini betul-betul sangat bagus untuk para kader dalam memberikan dan sekaligus menyampaikan informasi melalui media massa. “ucapnya”
Ditempat terpisah, Koordinator Program Fitra Sukabumi,Ajat Zatnika saat dihubungi dikantornya, Rabu (05/10) 2014 menjelaskan, bahwa salah satu program Fitra Sukabumi dalam melakukan audit sosial yaitu dengan cara menjadikan para kader posyandu sebagai pencari informasi dilingkungannya masing-masing. Sehingga data yang didapat akan sangat penting dalam mendorong kebijakan Pemerintah Daerah yang proporsional dan berpihak kepada rakyat, khususnya di Kabupaten Sukabumi.
Lebih lanjut, pria berkacamata ini menuturkan bahwa dengan adanya program citizen journalism yang bekerjasama degan para kader binaan dibeberapa desa yang didampingi oleh praktisi  media massa (elektronik, cetak dan online) diharapkan dapat  mempertegas fakta-fakta yang sebenarnya terjadi dikalangan masyarakat yang selama ini tidak ter-ekspose oleh para jurnalis profesional.
“Program ini diharapkan bisa melengkapi data-data yang sebelumnya kami dapatkan dalam  program audit sosial, yang untuk selanjutnya akan kami inisiasikan dengan para stakeholder pemerintah Kabupaten Sukabumi untuk menjadi sebuah kebijakan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat. “pungkasnya” (Isman Saja)

Berita ini diperoleh dari http://www.kirimkabar.com/site/?p=1260


FITRA Sukabumi: Buruh Pabrik di Sukabumi Buang Sampah Sembarangan



INILAHCOM, Sukabumi - Ribuan buruh perusahaan di Desa Kutajaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, mayoritas membuang sampah sembarangan. Akibatnya lingkungan di desa ini menjadi kotor dan rawan penyakit.


Hal tersebut terungkap dalam Diskusi Evaluasi Audit Sosial Kesehatan tahun 2013-2014 yang digelar FITRA Sukabumi di Gedung Pendopo Kabupaten Sukabumi yang berlokasi di Kota Sukabumi, Rabu (29/10/2014).

"Ada tiga perusahaan di desa kami dengan jumlah karyawan mencapai 5.000 orang. Bisa dibayangkan bila setiap karyawan saat istirahat jajan makan yang pakai wadah plastik lalu membuangnya sembarangan," kata Sekretaris Desa Kutajaya, Yudi Irawan dalam diskusi tersebut.
Menurut Yudi, pihaknya saat ini sangat kesulitan untuk mengatasi permasalahan persampahan. Terlebih lagi informasi dari kecamatan angkutan pengambilan sampah tidak sampai wilayah desa.
"Kami bingung untuk membuang sampah akhirnya kemana. Sehingga banyak masyarakat membuang sampah ke sungai," ujar dia.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Dini Supiati yang hadir sebagai pembicara, membenarkan bila di lingkungan pabrik banyak sampah. Terutama sampah yang berserakan itu plastik dari wadah jajanan.
"Banyak sampah di lingkungan pabrik karena banyak pedagang dan para pekerja yang membuang sampah sembarangan," kata Dini yang juga pernah berkunjung ke beberapa pabrik setempat.[yeh]

Sumber diperoleh dari : http://www.inilahkoran.com/read/detail/2149357/banyak-sampah-berserakan-di-lingkungan-pabrik

Hasil Audit Sosial Kesehatan FITRA Sukabumi : Banyak Sampah Berserakan di Lingkungan Pabrik


INILAHCOM, Sukabumi - Ribuan buruh perusahaan yang berlokasi di Desa Kutajaya Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi mayoritas membuang sampah sembarangan.


Dampaknya lingkungan di desa tersebut menjadi kotor dan rawan penyakit.



Hal tersebut terungkap dalam Diskusi Evaluasi Audit Sosial Kesehatan tahun 2013-2014 yang digelar FITRA Sukabumi di Gedung Pendopo Kabupaten Sukabuni yang berlokasi di Kota Sukabumi, Rabu (29/10/2014).



"Ada tiga perusahaan di desa kami dengan jumlah karyawan mencapai 5000 orang. Bisa dibayangkan bila setiap karyawan saat istirahat jajan makakan yang pakai wadah plastik lalu membuangnya sembarangan," kata Sekretaris Desa Kutajaya, Yudi Irawan dalam diskusi tersebut.



Menurut Yudi saat ini pihaknya sangat kesulitan untuk mengatasi permasalahan persampahan. Terlebih lagi informasi dari kecamatan angkutan pengambilan sampah tidak sampai wilayah desa.



"Kami bingung untuk membuang sampah akhirnya kemana. Sehingga banyak masyarakat membuang sampah ke sungai," ujar dia.



Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi, Dini Supiati yang hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut membenarkan bila di lingkungan pabrik banyak sampah. Terutama sampah yang berserakan itu plastik dari wadah jajanan.



"Banyak sampah di lingkungan pabrik karena banyak pedagang dan para pekerja yang membuang sampah sembarangan," kata Dini yang juga pernah berkunjung ke beberapa pabrik setempat.


Sumber ini didapat dari http://www.inilahkoran.com/read/detail/2149357/banyak-sampah-berserakan-di-lingkungan-pabrik.

Modus Korupsi Massal Anggota Dewan




Modus Korupsi Massal Anggota Dewan
Dr. Mulyawan Safwandy N
Direktur Eksekutif FITRA Sukabumi

Korupsi bisa dikatakan telah menjadi denyut nadi dan nafas kehidupan negeri ini. Sehingga tidak mengherankan jika popularitas bangsa ini tetap bertahan sebagai bangsa yang terkorup di dunia. Bagaimana tidak, bahwa setiap dimensi sosial telah menjadi ruang terbuka manifestasi serta implementasi dari praktik busuk ini. Korupsi bukan menjadi monopoli bagi penguasa di lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif melainkan telah berubah ke arah milik publik secara luas. Dengan kepemilikan secara meluas tersebut membuat korupsi mendapat legalisasi dari masyarakat sehingga upaya pemberantasannya mengalami hambatan dan kesulitan.

Istilah korupsi berjemaah dalam beberapa waktu terakhir menjadi populer setelah kasus-kasus korupsi yang melibatkan anggota Dewan diungkap satu demi satu. Namun, di beberapa tempat seperti Padang, Sumatera Barat, istilah itu oleh sebagian masyarakatnya dianggap tidak tepat karena kata berjemaah memiliki arti positif dan bernuansa religi, sementara korupsi selalu berkaitan dengan tindakan nista. Penolakan itu sendiri dapat diartikan sebagai sikap kritis masyarakat untuk tidak mencampuradukkan antara tindakan yang benar/positif dan praktek tidak terpuji (korupsi).

Banyaknya kasus korupsi DPRD yang dilaporkan dan dibongkar sesungguhnya merupakan sebuah bukti bahwa masyarakat sudah geram dengan praktik penyalahgunaan kekuasaan. Betapa tidak, anggota Dewan yang seharusnya menjalankan fungsi kontrol atas eksekutif untuk mencegah penyelewengan justru bertindak sebaliknya. Praktik korupsi, kolusi, pemborosan, kesewenang-wenangan, serta tindakan tidak etis yang melanggar nilai-nilai umum dipertontonkan secara telanjang dan berulang-ulang.

Menurut Adnan Topan Husodo, Anggota Badan Pekerja ICW, Secara umum data Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam riset dari Januari hingga Desember 2004 mengenai kasus korupsi yang melibatkan anggota Dewan menunjukkan beberapa hal.

Pertama, dari sisi jumlah kasus, perbuatan korupsi yang melibatkan anggota DPRD merupakan jumlah terbanyak, yakni 102 kasus dari total 239 kasus korupsi yang muncul di sebagian besar wilayah di Indonesia. Data di atas sekaligus hendak menunjukkan bahwa aktor korupsi yang menempati urutan terbesar adalah anggota Dewan. Data ini paralel dengan hasil survei Transparansi Internasional Indonesia (TII) pada 2004 yang menempatkan partai politik sebagai lembaga yang dianggap paling korup. Dengan demikian, terdapat korelasi yang masuk akal antara kondisi partai politik yang buruk dan perilaku anggota Dewan yang korup. Kedua, secara umum terdapat empat modus korupsi DPRD yang dapat kita temukan di hampir semua kasus.

Modus pertama adalah menggelembungkan batas alokasi penerimaan anggota Dewan atau yang lebih akrab disebut mark-up. Dikatakan sebagai praktek mark-up karena PP No. 24/2004, PP 37/2006 perubahan kedua, PP 21/2007 perubahan ketiga tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD sebenarnya telah membatasi secara terperinci penerimaan anggota Dewan yang bisa ditoleransi sesuai dengan tingkat pendapatan asli daerah (PAD).

Modus kedua adalah menggandakan (redundant) item penerimaan anggota Dewan melalui berbagai strategi. Strategi yang paling kerap muncul adalah memasukkan item anggaran yang berbeda-beda untuk satu fungsi. Misalnya terdapat pos asuransi untuk kesehatan, tapi di pos lain muncul item tunjangan kesehatan. Padahal kedua pos penerimaan tersebut untuk satu fungsi, yakni anggaran bagi kesehatan anggota Dewan. Strategi lain adalah menitipkan pos penerimaan itu pada anggaran eksekutif (pemda). Biasanya item anggaran itu disebut sebagai bantuan untuk instansi vertikal seperti yang terjadi dalam kasus dana kapling di Jawa Barat.

Modus ketiga adalah mengada-adakan pos penerimaan anggaran yang sebenarnya tidak diatur dalam PP Nomor 24/2004, PP 37/2006 perubahan kedua dan PP 21/2007 perubahan ketiga. Kasus yang paling banyak mencuat dan digugat oleh berbagai elemen masyarakat adalah alokasi anggaran untuk pos dana purnabakti. Di Jawa Barat, dana purnabakti lebih populer dengan istilah uang kadeudeuh. Selain dana purnabakti, fasilitas rumah dinas yang seharusnya hanya diberikan kepada ketua dan wakil ketua DPRD ternyata digelontorkan untuk semua anggota Dewan.

Modus keempat adalah korupsi dalam pelaksanaan program kegiatan Dewan. Dari aspek tindakan, korupsi jenis ini adalah korupsi yang paling telanjang dan nyata. Ini sebagaimana telah dilakukan oleh anggota DPRD Kota Padang yang telah memalsukan tiket pesawat perjalanan dinas (SPJ fiktif) hingga mencapai Rp 10,4 miliar. Hal ini juga terjadi pada DPRD Kabupaten Sukabumi yang memalsukan billing tiket pesawat, hotel, stempel, makanan dan minuman, bensin yang akhirnya merugikan negara sebesar Rp. 4,5 Milyar. Sedangkan di Kota Sukabumi untuk anggaran DPRD yang ada di Setwan juga turut memanipulasi laporan keuangan (SPJ Fiktif) sebesar Rp. 165 juta.

Di antara keempat modus korupsi tersebut, modus keempat bisa dianggap yang paling konvensional dan umum terjadi di berbagai instansi pemerintah. Dalam pengertian tindakan korupsi dengan cara memanipulasi dokumen pertanggungjawaban penggunaan APBD hingga seolah-olah sebuah program telah dilaksanakan merupakan perbuatan yang nyata-nyata melanggar hukum, merugikan keuangan negara, dan terdapat upaya untuk memperkaya diri sendiri. Sementara itu, modus korupsi anggota Dewan yang pertama hingga ketiga merupakan produk kesepakatan dua pihak (eksekutif dan legislatif) dengan memanfaatkan dua hal, kewenangan yang dimiliki untuk membuat peraturan dan celah perundang-undangan yang tumpang-tindih.

Korupsi model ini dianggap seolah-olah bukan merupakan tindakan korupsi karena telah dinaungi dalam sebuah peraturan daerah (perda) yang legal. Padahal, dari sisi materi peraturan, banyak terdapat penyimpangan (corrupt), baik terhadap peraturan yang lebih tinggi maupun dari aspek normatif lainnya seperti rasa keadilan, kepantasan umum, atau kelaziman. Karena dipayungi dalam bentuk peraturan, korupsi jenis ini sering disebut sebagai korupsi yang dilegalkan atau legalisasi korupsi. Mengingat legalisasi penyimpangan didasari kesepakatan dua pihak pengelola daerah, korupsi yang telah menyeret beratus-ratus anggota Dewan itu sebenarnya tidak bisa dilepaskan dari keterlibatan dan tanggung jawab pihak eksekutif (baca: kepala daerah).

Untuk mengantisipasi dan mengikis korupsi agar tidak hanya menjadi lip service, tentu banyak pihak yang bertanggung jawab. Mereka adalah Partai Politik (Parpol), Pemerintah, Aparat Penegak Hukum, akademisi, Alim Ulama, dan Masyarakat. Semua wajib menjadi mata dan telinga serta tangan dalam pemberantasan korupsi. Semua kita harus bisa memastikan, pemerintahan dengan system demokrasi dikawal dengan ketat, akuntabel dan penuh tanggung jawab.

Kader Kesehatan Dilatih Jurnalistik - FITRA Sukabumi

Kadudampit - Peran warga dalam menggali informasi lalu dipublikasikan (citizen journalism) sangat penting dalam memudahkan masyarakat secara umum mengakses berita. Baik itu dalam bentuk blog pribadi, keroyokan atau bahkan dipublikasikan langsung oleh perusahaan media.
Menyadari besarnya manfaat citizen journalism itu, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi mengadakan pelatihan jurnalistik dan fotografi kepada puluhan kader kesehatan di Yawitra Asri, Kadudampit 12-13 Oktober. Pelatihan ini diikuti kader dari Cibadak, Cicurug, Kadudampit serta sejumlah kecamaan di Kabupaten Sukabumi.
Bagian Program FITRA Sukabumi, Ajat Zatnika mengatakan pelatihan kader kesehatan ini merupakan bagian dari program pendalaman dan perluasan audit sosial kesehatan di Kabupaten Sukabumi yang saaat ini tengah dilaksanakan FITRA Sukabumi. "Harapannya, peserta pelatihan nantinya bisa merekam kegiatan atau fenomena kesehatan diwilayahnya masing-masing dalam bentuk karya jurnalistik. Berupa foto dan narasi," kata ajat.
Ia menambahkan, pemilihan kader kesehatan sebagai peserta pelatihan karena para kader ini yang terlibat langsung dalam pelayanan kesehatan di wilayahnya. Sehingga data yang diperoleh dijamin akurat dan aktual. "Di sisi lain, publik sangat membutuhkan informasi terkait pelayanan kesehatan ini, maka ketika para kader bisa menyajikan informasi dalam bentuk karya jurnalistik tentu kegiatan itu akan lebih mudah terpublikasikan," jelas ajat.
Pelatihan ini menyajikan materi tentang teknik dasra fotografi dan penulisan berita. Salah seorang narasumber dari Harian Radar Sukabumi, Jumaidil Halide, menyambut baik kegiatan yang diadakan FITRA. Menurutnya, kegiatan seperti ini sangat penting dalam membantu perkembangan citizen journalism di Indonesia, Sukabumi pada khususnya.
"Semakin banyak warga yang bisa menyajikan informasi, semakin memudahkan kita memperoleh informasi," katanya.
Lanjut Jumaidil, terkait keberadaan kader kesehatan di lapangan, ia meyakini jika para kader itu bisa menyajikan informasi dalam bentuk karya jurnalistik maka akan memberikan warna tersendiri bagi dunia jurnalistik di Sukabumi. "Ini yang masyarakat butuhkan. Bukan hanya berita yang dibuat wartawan media cetak atau elektronik, tapi berita karya wargapun bisa dinikmati. Akurasinyapun tidak usah diragukan," Kata Redaktur Pelaksana Radar Sukabumi.


Sumber ini didapat dari : http://radarsukabumi.com/?p=87616

Sedalam Sedotan Aqua

Merdeka.com - Jutaan meter kubik air di bawah tanah terus dirongrong perusahaan air minum dalam kemasan. Kini warga Desa Babakan Pari, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, sulit mendapatkan akses air bersih.
Saban hari mereka harus menggunakan air keruh mengalir dari persawahan. Air itu berasal dari aliran Sungai Cigoong telah bercampur limbah rumah tangga. Di bagian hulu, terdapat sebuah MCK (mandi, cuci, kakus) terbuat dari batako dan beratap asbes. "Kadang suka ada pisang goreng juga nyangkut," kata Wawan, warga Kampung Kuta, Selasa pekan lalu mengantarkan merdeka.com mencari sumber muara air keruh digunakan penduduk Babakan Pari. Pisang goreng dimaksud Wawan ialah kotoran manusia. Namun warga tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tetap menggunakan air keruh itu untuk kebutuhan sehari-hari lantaran sumur mereka kering. "Ini hulu air digunakan warga," ujarnya saat menunjukan tempat itu.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Kabupaten Sukabumi menuding Aqua melanggar prinsip tata kelola perusahaan dan merugikan masyarakat. Lewat riset berjudul Relasi Aktor Politik Ekonomi Lokal Sukabumi, Fitra menemukan dampak negatif akibat eksploitasi air oleh Aqua lewat bendera PT Tirta Investama memanfaatkan mata air Cikubang. Fitra menyimpulkan warga Desa Babakan Pari kekurangan air bersih. Selain itu, semua kampung di desa ini kesulitan pasokan air buat mengairi sawah mereka. Mantan Kepala Dinas Pertambangan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (PESDM) Kabupaten Sukabumi Dadang mengatakan potensi air tanah di wilayahnya sekitar 34 juta meter kubik. Dia mengungkapkan penurunan air tanah di Kecamatan Cidahu perlu perhatian pemerintah secara khusus. Jika dibiarkan terus, 106 perusahaan air minum kemasan bisa menyedot habis semua cadangan itu. "Kalau tidak ada antisipasi, perkiraan saya 20 tahun akan habis potensi air di Sukabumi," kata Dadang melalui telepon selulernya Senin lalu. Dadang menilai penghijauan dilakukan perusahaan-perusahaan pengguna air tanah itu telat. Dia menambahkan pemerintah kabupaten telah memantau penggunaan air oleh Aqua.
Kepala Seksi Data dan Informasi Dinas PESDM Kabupaten Sukabumi Iyus menjelaskan pendapatan pajak terbesar dari 106 perusahaan di daerah itu berasal dari Aqua. Aqua menjadi perusahaan terbesar menenggak air tanah, sekitar 200 ribu meter kubik tiap bulan. Urutan kedua ditempati Pocari Sweat lewat PT Amerta Indah Otsuka. "Pocari Sweat masuk urutan nomor dua, tapi masih suka berganti dengan perusahaan lain. Sedangkan yang ketiga itu PT Indolakto," ujar Iyus melalui telepon selulernya kemarin. Jumlah pendapatan dari pajak perusahaan air minum kemasan meningkat seiring naiknya pajak air tanah menjadi Rp 1.500 per meter kubik. "Aqua bayar pajak paling besar sekitar Rp 5,6 miliar," tuturnya.Data Dinas PESDM terbaru tentang air disedot Aqua saban bulan dari empat mata air milik mereka sungguh fantastis. Dari mata air pertama mereka mampu menghasilkan 432 meter kubik per hari. Melalui mata air kedua dan ketiga sama-sama menyedot 864 meter kubik tipa hari. Sedangkan ladang air keempat paling besar hasilnya, yakni 6.048 meter kubik saban hari.Aqua punya pandangan lain terkait tudingan sebagai penyebab keringnya sumur-sumur warga di Desa Babakan Pari. Dalam proses produksinya di mata air Cikubang, Aqua mengaku mengambil air dari lapisan dalam. berbeda dengan masyarakat memakai air di lapisan permukaan. "Sumber air itu dipisahkan oleh lapisan batuan kedap air. Secara teknis kedua sumber air ini tidak berhubungan," kata Chrysanthi Tarigan, Coorporate Communications Manager PT Tirta Investama saat berkunjung ke kantor merdeka.com kemarin.

 Sumber diperoleh dari http://www.merdeka.com/khas/sedalam-sedotan-aqua-eksploitasi-air-aqua-6.html

Kader FITRA Kunjungi Redaksi Radar

Sukabumi Guna memberikan pengenalan dan pemahaman dalam program Citizen Jurnalism (Jurnalis warga) kepada kader Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi di sejumlah kecamatan di Kabupaten Sukabumi. Kemarin sejumlah kader Citizen Jurnalism FITRA Sukabumi berkunjung ke Kantor Redaksi Radar Sukabumi di Jalan Sebintana 38 Sukabumi 43113 Sukabumi.
Kedatangan sejumlah kader Citizen Jurnalism FITRA Sukabumi ini bertujuan untuk peningkatan kontrol sosial atas kebijakan-kebijakan pemerintah yang terjadi di lingkungan sekitar mereka masing-masing yang dikemas dalam penyajian sebuah data informasi, baik itu melalui tulisan maupun hasil jepretan foto kader Citizen Jurnalism FITA Sukabumi di lapangan. "Pada prinsipnya, kami mengadakan kunjungan ini untuk menjalin kerjasama dalam meningkatkan kontrol sosial terhadap pembangunan khusus di Kabupaten maupun Kota Sukabumi, "ujar fasilitator audit sosial FITRA Sukabumi, Abubakar A Hasan.
Saat ini pun kata Abubakar, FITRA Sukabumi tengah melakukan pendampingan mengenai program audit sosial, diantaranya membangun kapasitas lembaga, pemahaman tentang advokasi, kesehatan dan pendidikan." Agar masyarakat lebih paham pentingnya menjaga dan melayani kesehatan, terutama berbagai lingkungan yang mempengaruhi warga dan perilaku masyarakat yang memang perlu adanya pemantauan khusus dan memebrikan sosialisasi mengenai hal-hal yang positif." bebernya.
Kemudian, yang paling utama menurut akbar, FITRA lebih memfokuskan kedalam peningkatan pelayanan kesehatan, lingkungan, perilaku. Hal ini perlu adanya dukungan atau kerjasama dari berbagai pihak, termasuk Radar Sukabumi juga harus senantiasa ikut berpartisipasi dalam mendorong peningkatan pelayanan kesehatan. "Pihak kamipun tidak mungkin bisa berjalan dengan sendirinya, kami berharap adanya kerjasama dengan berbagai pihak, seperti Radar Sukabumi yang menurut kami sangat penting bisa terjalinnya kerjasama," harapnya.
Sementara itu, General Manager Radar Sukabumi Untung Bachtiar menuturkan, dengan adanya kunjungan dari Kader Citizen Jurnalism FITRA Sukabumi ini tentu mendukung dan siap bekerjasama. "Kami sangat menyambut hangat atas kerjasama ini, sebab konsep Citizen Jurnalism sendiri pada dasranya memberikan ruang kepada masyarakat untuk saling memberikan informasi yang bermanfaat dengan media atau kepada masyarakat langsung.


Sumber diperoleh dari Koran Harian Radar Sukabumi Kamis 05 Juni 2014 http://radarsukabumi.com/?p=111189

Informasi Singkat "Perjuangan Panjang PIK di Kabupaten Sukabumi (2009-2013)"

Ajat Zatnika (Manager Program FITRA Sukabumi) saat memastikan PIK dan FDM masuk dalam regulasi daerah

Workshop Penyusunan Finalisasi Draft Ranperda tentang PIK dan FDM bersama Bappeda Kab. Sukabumi,DPPKAD, BPMPD, PNPM, LPM dan Group SAPA


Berawal dari hasil kajian FITRA Sukabumi terhadap pelaksanaan perencanaan penganggaran di Kabupaten Sukabumi sejak tahun 2009 sampai dengan tahun 2013, bahwa pada realitasnya masih banyak suara masyarakat yang mempertanyakan tentang efektivitas musrenbang, dan yang paling dominan adalah; pertama  ketidakpastian terhadap hasil musrenbang yang bisa diakomodir dalam penganggaran (APBD)  dan kedua masih tertutupnya proses penyusunan penganggaran dari partisipasi warga. Dua “penyakit” utama ini yang masih melanda dalam proses penyusunan kebijakan perencanaan dan penganggaran. Persoalan ini tentunya telah menimbulkan sikap skeptis dikalangan warga penggiat partisipasi terhadap efektivitas musrenbang itu sendiri. Bahkan ada beberapa desa dan kecamatan yang enggan melaksanakan musrenbang, dikarenakan kecewa terhadap ketidakpastian usulan musrenbang yang selama ini diajukan, yang nyatanya tidak terakomodir dalam APBD.

Untuk menjawab realitas dan problematika diatas, akhirnya Pemerintah Kabupaten Sukabumi bersama DPRD telah mengesahkan Perda No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Partisipatif Kabupaten Sukabumi tertanggal 30 Desember 2013 yang didalamnya mengatur tentang Pagu Indikatif Kewilayahan. Pagu Indikatif Kewilayahan adalah sejumlah patokan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada SKPD tetapi penentuan alokasi belanjanya ditentukan oleh mekanisme partisipatif melalui Musrenbang Kecamatan dengan berdasarkan kepada kebutuhan dan prioritas program.
Terwujudnya Perda No. 20 Tahun 2013 dilalui dengan proses yang cukup panjang sejak tahun 2009, perjuangan FITRA Sukabumi melalui program Budget Resources Centre (BRC) tidak sia-sia mampu mendorong pembuatan regulasi daerah yang mengatur didalamnya tentang Pagu Indikatif Kewilayahan dan FDM (Forum Delegasi Musrenbang). Proses tersebut, dilalui dengan berbagai pendekatan, baik dengan pendekatan politik, pendekatan teknokratik, pendekatan persuasif, sampai membangun penyadaran dan dukungan kepada masyarakat. Pendekatan-pendekatan tersebut dilakukan dalam bentuk pertemuan formal, informal bahkan pertemuan nonformal. Keberhasilan inipun tidak lepas dari peran media massa dan para pegiat advokasi perencanaan penganggaran, yang terus membantu FITRA Sukabumi dalam mendorong pembuatan regulasi tersebut.

Untuk tahun anggaran 2015, Pemerintah Kabupaten Sukabumi baru mengalokasikan anggaran PIK sebesar 60 Milyar berdasarkan Keputusan Bupati No. 050/Kep. 141-BAPPEDA/2014 tentang Pagu Indikatif Kewilayahan Kabupaten Sukabumi Tahun Anggaran 2015, penentuan jumlah anggaran tersebut mengacu kepada amanat Perda  Perda 20/2013 Bab V pasal 11 poin 5, untuk 47 Kecamatan yang perhitungannya minimal 10% dari perhitungan total belanja langsung APBD Tahun sebelumnya. Mekanisme pengelolaan PIK di Kabupaten Sukabumi berdasarkan Perbup No. 4 Tahun 2014 tentang Pagu Indikatif Kewilayahan Kabupaten Sukabumi, dilakukan dengan membagi porsi PIK (alokasi minimal 10%) menjadi 2 bagian, pertama 35% berupa "P3K" Program Peningkatan Partisipasi Pembangunan Kecamatan yang dikelola oleh Kecamatan dengan mengedepankan pola PNPM dan partisipasi swadaya masyarakat, dan yang kedua 65% dikelola oleh SKPD Sektoral untuk dialokasikan ke seluruh kecamatan dengan memperhatikan isu strategis daerah yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Besaran alokasi PIK tahun anggaran 2015 per kecamatan paling kecil 719 Juta, dan paling besar 2,056 Milyar. Perhitungan dan penetapan besarnya pagu untuk setiap kecamatan didasarkan atas tipologi masing-masing kecamatan, stimulus dan cashback dengan 12 variabel, diantaranya berupa luas wilayah, jumlah penduduk, kemiskinan, pemenuhan hak dasar masyarakat (pendidikan, kesehatan) dan penerimaan PBB.
Dengan adanya penerapan PIK sebagai inovasi daerah di Kabupaten Sukabumi, maka diharapkan dalam proses perencanaan penganggaran daerah ke depan dapat memperoleh manfaat diantaranya : 1) memperbesar peluang usulan masyarakat diakomodir APBD, 2) mendidik masyarakat untuk mengusulkan kebutuhan bukan keinginan, sehingga long list usulan dapat diminimalisir, 3) mendidik SKPD untuk menyusun program/kebutuhan berdasarkan skala prioritas untuk mencapai RPJMD, Renstra dan Renja SKPD dan SPM, dan 4) PIK dapat berkontribusi terhadap agenda penanggulangan kemiskinan dan pemenuhan hak dasar masyarakat.
Terkait dengan Partisipasi warga sebagai fungsi fasilitasi pada saat proses perencanaan, fungsi pengawalan pada saat pembahasan di DPRD dan fungsi pengawasan pada saat implementasi APBD, dapat dilakukan dengan membentuk Forum Delegasi Musrenbang yang berasal dari kelompok masyarakat perwakilan kecamatan dan perwakilan sektoral. Dengan adanya FDM, maka akan menjawab atas terputusnya mekanisme keterlibatan masyarakat yang selama ini hanya terlibat sampai pada tahapan musrenbang kabupaten. Pembentukkan FDM merupakan salah satu mandat Peraturan Daerah No. 20 Tahun 2013 dalam pasal 15 yang menyatakan bahwa Paska Musrenbang Kecamatan, Bappeda selaku fasilitator perencanaan pembangunan, memfasilitasi pembentukkan Forum Delegasi Musrenbang. Adapun mengenai keanggotaan, tatacara pembentukan tugas dan kedudukan Forum Delegasi Musrenbang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Oleh karena itu, FITRA Sukabumi mencoba melakukan inisiasi secara substansi menyusun dan membahas konsep kelembagaan FDM bersama Bappeda Kab. Sukabumi dengan melibatkan TKPKD, BPMPD, PNPM, Korda SAPA, PPSW Pasoendan, AMPERA, Asosiasi Camat, DPD LPM, APDESI, LPPM Perguruan Tinggi dll, dengan harapan dapat mendorong percepatan pembentukkan Forum Delegasi Musrenbang yang dapat langsung berperan dari mulai proses perencanaan pada awal tahun 2015. Menindaklanjuti inisiasi FITRA Sukabumi, akhirnya Bappeda Kabupaten Sukabumi bersama FITRA Sukabumi dan stakeholder perencanaan penganggaran termasuk group SAPA sedang menyusun Ranperbup tentang FDM dengan mengacu kepada konsep kelembagaan FDM berdasarkan hasil diskusi sebelumnya, dan saat ini Ranperbup yang sudah dibuat tersebut tinggal menunggu untuk ditandatangani oleh Bupati Sukabumi.

Salam Transparansi,
Ajat Zatnika (FITRA Sukabumi)

Audit Sosial Kesehatan Melalui Media Fotografi-FITRA Sukabumi




FITRA adalah organisasi yang bergerak dalam bidang kontrol sosial untuk transparansi proses-proses penganggaran Negara. Organisasi FITRA bersifat otonom, non profit (nirlaba), dalam melaksanakan gerakannya bersifat independen.
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) didirikan dalam rangka menuntut dipenuhinya hak-hak rakyat untuk terlibat dalam seluruh proses penganggaran, mulai dari proses penyusunan, pembahasan, pelaksanaan anggaran sampai pada evaluasinya. FITRA bersama seluruh komponen rakyat membangun gerakan transparansi anggaran hingga terciptanya anggaran negara yang memenuhi kesejahteraan dan keadilan rakyat. Upaya membangun gerakan transparansi anggaran ini diupayakan dengan penuh integritas, independen dan inovatif.
FITRA Sukabumi merupakan Simpul Jaring Seknas FITRA berdasarkan statuta FITRA dan memiliki badan hukum di bawah naungan YAMADIS Sukabumi (Yayasan Masyarakat Dinamis).
Pengalaman FITRA Sukabumi dalam melakukan audit sosial kesehatan dengan menggunakan media fotografi pada tahun 2011 dipandang efektif untuk mendorong perubahan sosial dan perubahan kebijakan terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan hak dasar kesehatan baik dari aspek layanan kesehatan, lingkungan kesehatan dan perilaku sehat masyarakat. Audit sosial merupakan salah satu metode pengawasan partisipatif yang saat ini mulai banyak digunakan oleh masyarakat sipil dalam memonitoring kinerja pemerintah dalam menjalankan program-program pemenuhan hak dasar rakyat. Hal ini menjadi penting untuk dikembangkan proses-proses monitoring dan atau penilaian yang dilakukan oleh masyarakat sipil sehingga hasil pembangunan yang diklaim oleh pemerintah dapat terkoreksikan dengan baik oleh masyarakat sipil melalui penggunaan hak partisipasi sosialnya.
Dengan metode audit sosial melalui media fotografi, banyak hal yang bisa diambil manfaat dan dampak yang dirasakan oleh masyarakat. Foto yang digunakan oleh kader kesehatan/warga sebagai bukti obyektif untuk mendorong perubahan kebijakan dan perubahan sosial masyarakat sampai saat ini masih dianggap sebagai alat yang efektif, karena dengan foto menjadi bukti yang tidak bisa dipungkiri atau terbantahkan. Ada sekitar 2000 foto hasil warga (kader kesehatan dan remaja) telah mampu menyuarakan persoalan kesehatan, yang akhirnya mendapat respon positif dari pemerintah daerah dengan mengalokasikan anggaran kesehatan pada APBD Tahun 2011 dari 9,7 % meningkat pada APBD Perubahan Tahun 2011 menjadi 10,6% dan pada APBD Tahun 2012 sebesar + 11%, selain itu dengan adanya kasus satu keluarga tinggal di bekas kandang ayam (keluarga Ibu Halimah) yang merupakan salah satu hasil dari praktik audit sosial yang dilakukan oleh kader kesehatan, akhirnya Pemerintah Kabupaten Sukabumi membuat program untuk perbaikan rumah tidak layak huni dan tidak berstandar kesehatan melalui program Tanggap Rumah Sehat (TRS). Program TRS pada tahun 2011 dari 367 desa mendapatkan alokasi bantuan hibah sebanyak 3 unit perdesa dan pada tahun 2012 sebanyak 5 unit perdesa dengan nilai nominal per unit sebesar 2 juta rupiah. Adapun dampak dari audit sosial kesehatan melalui media fotografi, menghasilkan beberapa perubahan sosial yang terjadi di masyarakat, diantaranya: 1) adanya inovasi warga dan desa dalam upaya menangani masalah morbiditas dan lingkungan kesehatan; 2) adanya kesadaran warga untuk berperilaku hidup sehat; 3) adanya kesadaran warga khususnya ibu hamil dan balita untuk datang ke Posyandu.
Kendatipun audit sosial kesehatan dengan menggunakan media fotografi dipandang efektif dan banyak melahirkan perubahan yang dirasakan baik perubahan kebijakan maupun perubahan sosial. Namun praktik pengawasan harus tetap dijalankan untuk dapat memastikan bahwa program dan kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah dapat berjalan dengan baik, saling menguatkan, dan dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat, terutama dalam menjamin kebutuhan hak dasar kesehatan masyarakat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan. Sehingga berbagai persoalan kesehatan dari mulai ketersediaan (availability) layanan kesehatan, keterjangkauan (accessibility), keberterimaan (acceptability) dan kualitas (quality) diharapkan dapat teratasi dengan baik.
Jika melihat kondisi kesehatan di Kabupaten Sukabumi tahun 2012-2013, berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi, ternyata pada tahun 2012 hingga Juni 2013 jumlah AKI dan AKB mengalami peningkatan, ada 76 kasus kematian ibu (ada 25 kasus dari 76 kasus kematian ibu tahun 2012) dan 42 kasus kematian bayi, hal ini disebabkan karena terjadinya pendarahan hebat pada proses persalinan dan karena ibu yang melahirkan mengidap penyakit darah tinggi. Kasus kematian ibu dan kematian bayi ini terjadi di daerah pelosok Kabupaten Sukabumi diantaranya, Kecamatan Simpenan, Tegalbuleud, Palabuhanratu, Cidahu dan beberapa daerah lainnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Sukabumi mencoba melakukan inovasi dengan membuat regulasi daerah yaitu Perda No. 3 Tahun 2013 tentang Kemitraan Bidan, Paraji dan Kader Kesehatan. Namun apakah, inovasi tersebut akan menjawab permasalahan tingginya AKI dan AKB?. Sepertinya perlu peran serta masyarakat untuk berpartisipasi melakukan transformasi sosial dan pengawasan kesehatan, karena pada dasarnya masyarakat memiliki hak atas kesehatan itu sendiri, sehingga upaya mengatasi masalah AKI dan AKB dapat teratasi dengan baik. Partisipasi masyarakat dalam menentukan hak atas kesehatan pada dasarnya berada dalam tiga ranah, yaitu; dalam pembuatan kebijakan, keputusan alokasi anggaran, dan praktik operasional kepemerintahan dengan mendudukkan warga sebagai aktor kunci. Sejalan dengan amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang didalamnya mengatur tentang sebuah badan independen yang bernama Badan Pertimbangan Kesehatan. FITRA Sukabumi bersama Pemerintah Kabupaten Sukabumi melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi telah membentuk forum kesehatan yang independen dengan nama Forum Silaturahmi Kabupaten Sukabumi Sehat (FSKSS) sebagai inovasi daerah yang merangkul semua elemen masyarakat dalam penyelesaian masalah kesehatan. Forum tersebut nantinya diharapkan dapat menjadi embrio terbentuknya BPKD Kabupaten Sukabumi meskipun Peraturan Presiden yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, susunan organisasi dan pembiayaan BPKN dan BPKD sampai saat ini belum ada. FSKSS memiliki peran yang sama dengan Badan Pertimbangan Kesehatan (BPKN/BPKD) yaitu  membantu menjembatani pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan. Berdasarkan SK Bupati No. 440/KEP.408-DINKES/2011 salah satu peran FSKSS adalah memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan.
Berbagai upaya dan inovasi coba dilakukan untuk mendorong peningkatan derajat kesehatan di Kabupaten Sukabumi, peran penting dan kontribusi juga diperlukan dengan memanfaatkan keberadaan corporate di Sukabumi, selain itu kita juga perlu mengevaluasi peran dan fungsi anggota DPR RI dari Dapil Jabar IV sejauh mana kontribusi MP dalam menyikapi persoalan yang dihadapi di Kabupaten Sukabumi terutama yang berkaitan dengan hak dasar masyarakat, baik hak pendidikan, kesehatan dan ekonomi. 
Praktik audit sosial kesehatan yang akan dilakukan FITRA Sukabumi ke depan lebih memperdalam metodologi audit sosial kesehatan dan memperluas wilayah dampingan, yang awalnya hanya 4 desa yaitu Desa Cipetir Kec. Kadudampit, Desa Muaradua Kec. Kadudampit, Desa Sukaresmi Kec. Cisaat dan Desa Selajambe Kec. Cisaat, akan ditambah lagi 4 desa yaitu Kelurahan Cibadak Kecamatan Cibadak, Desa Babakanpari Kecamatan Cidahu, Desa Mekarsari Kecamatan Cicurug dan Desa Kutajaya Kecamatan Cicurug, sehingga ada 8 desa yang akan dilakukan pendampingan pada program audit sosial kesehatan tahun 2013-2014.