Dede, Nantikan Bantuan Dermawan

* Masih Bocah Derita Hernia

BUTUH BANTUAN : Dede, bocah pengidap hernia asal Kadudampit yang membutuhkan uluran dermawan. japar radar

KADUDAMPIT- Dede Supriatna (6) sepertinya tidak bisa menikmati keindahan masa kanak-kanak. Betapa tidak, bocah asal Kampung Legok Nyenang RT 04 RW 06 Desa Muaradua Kecamatan Kadudampit ini mengidap penyakit penyakit hernia (turun bero).
Sejak usia tiga tahun, penyakit itu ia derita. Ayahnya Didin, yang hanya bekerja sebagai buruh tani serabutan dan berpenghasilan rendah, tidak memenuhi kebutuhan sehari-harinya, apalagi untuk mengobati anaknya. Ibunya Atih, sudah meninggal ketika Dede berumur dua bulan. Upaya yang dilakukan saat ini hanya melakukan pengobatan tradisional dan alternatif saja. Hingga sampai saat ini belum ada upaya pengobatan secara medis.
Didin, berharap agar anaknya mendapat bantuan untuk mengobati penyakitnya “saya berharap sekai akan adanya bantuan untuk mengobati anak saya,” kata lelaki 40 tahun itu.
Menurut salah seorang kader Desa Muaradua Aan (32), entah beberapa bulan ke belakang pernah ada dari dinas kesehatan datang untuk mengobati Dede. Sayang, sampai detik ini, petugas itu tak kunjung kembali. “Saya pun merasa kasihan terhadap anak itu. Makanya, saya juga berharap agar pihak dinas kesehatan datang lagi kesini guna untuk menindak lanjut dari penyakit yang diderita dede,” ujarnya.
Maka dari itu, warga berharap kepada instansi yang bersangkutan agar segera memperhatikan kondisi kesehatan dede, mungkin yang lebih khususnya untuk pihak Dinas kesehatan kabupaten Sukabumi untuk segera menindak lanjuti penyakit yang menimpa Dede. (cr4)

Anggaran Kesehatan Minus Rp110 M

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/449556/
Anggaran Kesehatan Minus Rp110 M PDF Print
Wednesday, 07 December 2011
SUKABUMI– Pemkab Sukabumi hanya mampu mengalokasikan anggaran untuk sektor kesehatan sekitar Rp190 miliar atau sekitar 10% dari total belanja daerah pada APBD 2012 yang mencapai Rp1,9 triliun.


Kebutuhan anggaran sektor kesehatan di wilayah Sukabumi sendiri mencapai Rp300 miliar. Dengan kemampuan daerah yang hanya mengalokasikan anggaran Rp190 miliar, maka sektor kesehatan minus Rp110 miliar. Kepala Seksi Peran Serta dan Kemitraan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi Eka Widiaman menjelaskan, kebutuhan anggaran untuk menutupi seluruh sektor kesehatan yang meliputi operasional dan belanja langsung pada Dinkes, puskesmas, dan tiga ruah sakit umum daerah, diperkirakan mencapai Rp300 miliar atau paling tidak 15% dari total belanja daerah.

”Untuk Dinas Kesehatan saja dibutuhkan anggaran Rp33 miliar. Jumlah ini belum mencakup kebutuhan anggaran untuk 58 puskesmas dan tiga rumah sakit.Artinya, pengalokasian anggaran pada APBD 2012 ini relatif minim dibandingkan dengan kebutuhan anggaran kesehatan secara keseluruhan. Keterbatasan pengalokasian anggaran ini merupakan akibat minimnya kemampuan keuangan daerah,” jelas Eka. Untuk menutupi kekurangan anggaran ini,Pemkab Sukabumi mengandalkan bantuan dana dari pemerintah pusat melalui bantuan operasional kesehatan (BOK).

Dana bantuan operasional tersebut sepenuhnya diperuntukkan bagi puskesmas.Untuk 2012,setiap puskesmas mendapatkan BOK sebesar Rp68 juta. Manager Program Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Sukabumi Ajat Jatnika menerangkan,selama ini pemerintah daerah hanya berkutat pada pengalokasian anggaran kesehatan yang ditujukan pada peningkatan infrastruktur.Padahal perluasan akses dan peningkatan mutu kesehatan merupakan permasalahan kesehatan yang juga harus diprioritaskan.

Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Sukabumi Ayi Abdulah mengatakan, peningkatan pengalokasian anggaran sektor kesehatan akan dilaku-kan secara bertahap. ”Karena kemampuan keuangan daerah sangat terbatas,maka penambahan anggaran akan dila-kukan secara bertahap,”tegasnya. toni kamajaya

Anggaran Kesehatan Kabupaten Sukabumi Belum Mampu Menyelesaikan Masalah Kesehatan


Anggaran Kesehatan Kabupaten Sukabumi
Belum Mampu Menyelesaikan Masalah Kesehatan
By. FITRA Sukabumi
FITRA Sukabumi bersama-sama dengan kader kesehatan dari sejak Januari 2011 sampai dengan Oktober 2011 telah melakukan pemantauan dengan metode audit sosial kesehatan melalui media fotografi terhadap kondisi kesehatan yang ada di 4 Desa, yaitu Desa Sukaresmi, Desa Selajambe Kecamatan Cisaat, dan Desa Cipetir, Desa Muaradua Kecamatan Kadudampit. Dari hasil pantauan telah didapat sekitar 1000 foto masalah kesehatan, baik dari aspek layanan kesehatan, lingkungan dan perilaku.
Foto bernarasi yang dihasilkan warga menggambarkan realitas kesehatan masih menjadi permasalahan utama yang dihadapi masyarakat dan belum tertangani secara maksimal oleh pemerintah daerah. Hal tersebut merupakan bukti dasar (evidence base) yang tidak bisa dipungkiri, bahwa upaya pemerintah Kabupaten Sukabumi belum maksimal dalam menangani masalah kesehatan, diantaranya :
1. Masih banyak warga yang kesulitan mendapatkan air bersih, sehingga masih ada warga yang terpaksa menggunakan air kotor untuk mandi, memasak dan mencuci
2. Balita dari keluarga miskin yang menderita demam dan kejang-kejang meninggal dunia karena tidak memiliki biaya untuk berobat
3. Banyak warga miskin yang enggan menggunakan fasilitas Jamkesda dikarenakan tidak mempunyai biaya untuk menunggu, kalaupun ada dari Pemerintah Daerah masih dianggap kurang
4. Kematian bayi sering terjadi disebabkan karena faktor kemiskinan yang berakibat terhadap diskriminasi layanan kesehatan
5. Sampah menumpuk dimana-mana yang tidak pernah terselesaikan sampai sekarang
6. Jalan banyak yang rusak yang mengakibatkan sulitnya akses bagi warga menuju pusat layanan kesehatan
7. Dengan dana PMT yang minim, belum bisa menjawab pemenuhan gizi bagi balita dari keluarga miskin
8. Banyak warga yang tidak tahu bagaimana berperilaku hidup bersih dan sehat.
9. Banyak MCK warga yang belum sesuai dengan standar kesehatan
10. Banyak warga miskin yang tidak memiliki jamban keluarga
11. Banyak rumah warga miskin yang tidak layak huni dan tidak sesuai dengan standar kesehatan
12. Diskriminasi layanan kesehatan bagi warga miskin khususnya di Rumah Sakit, dll.
Dalam konteks Kabupaten Sukabumi, berbagai fenomena permasalahan kesehatan yang muncul, selama ini tidak pernah terpublikasikan secara obyektif baik dari aspek layanan, lingkungan dan perilaku, misalnya dengan bentuk visualisasi foto atau gambar. Sehingga pemerintah daerah, DPRD, stakeholder kesehatan dan masyarakat lainnya tidak bisa mengetahui masalah yang dihadapi sebenarnya, sedangkan visualisasi tersebut sangat penting untuk menumbuhkan kepekaan bagi semua pihak terutama pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan melalui pemenuhan kebutuhan hak dasar masyarakat.
Beberapa upaya strategis yang dapat dilakukan dalam menangani permasalahan kesehatan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan di Kabupaten Sukabumi di antaranya melalui :
1. Anggaran di daerah
Anggaran sebagai proses politik merupakan muara pembangunan yang berpihak pada rakyat. Keberpihakan Pemerintah daerah terhadap kesejahteraan masyarakat salah satunya harus bisa memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan yaitu mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, optimal, adil dan merata, akan tetapi kebijakan tersebut tentunya dapat dilihat dari orientasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam menyusun APBD. Artinya bahwa APBD dapat menunjukkan ke arah mana keberpihakan dan kebijakan Pemerintah Daerah ditujukan.
2. Peran serta masyarakat
untuk mendukung terjaminnya hak warga atas kesehatan, maka perlu peran serta masyarakat untuk berpartisipasi menentukan haknya terutama hak atas kesehatan. Partisipasi masyarakat dalam menentukan hak atas kesehatan pada dasarnya dapat dibagi dalam tiga ranah, yaitu; dalam pembuatan kebijakan, keputusan alokasi anggaran, dan praktik operasional kepemerintahan dengan mendudukkan warga sebagai aktor kunci. Dengan terbentuknya Forum Silaturahmi Kabupaten Sukabumi Sehat (FSKSS) di Kabupaten Sukabumi diharapkan menjadi embrio terbentuknya Badan Pertimbangan Kesehatan Daerah (BPKD) yang merupakan amanat UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, sebagai inovasi daerah yang merangkul semua elemen masyarakat dalam penyelesaian masahalah kesehatan.
3. Peran serta dunia usaha
Dengan alasan keterbatasan anggaran daerah, maka pemerintah daerah dapat merangkul para pelaku dunia usaha untuk bersama-sama menyelesaikan permasalahan kesehatan di masyarakat.
Kondisi Anggaran Daerah dan Anggaran Kesehatan Kabupaten Sukabumi
APBD Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011 untuk total belanja sebesar Rp. 1.764.268.785.000,- mengalami kenaikan sebesar 12,20% dibandingkan total belanja APBD Tahun 2010, sedangkan total pendapatan sebesar Rp. 1.576.394.639.000,- mengalami kenaikan sebesar 19,57% dibandingkan total pendapatan tahun 2010, sehingga terjadi defisit sebesar Rp. 187.874.146.000,-.
Pada komponen pendapatan daerah, APBD Kabupaten Sukabumi tahun 2011 masih didominasi yang bersumber dari dana perimbangan sebesar Rp. 1.195.515.402.000 (sekitar 75,84%) dari total pendapatan daerah, dengan alokasi DAU sebesar Rp. 972.025.825.000,- (81,31% dari total dana perimbangan). Untuk pendapatan asli daerah (PAD) Tahun 2011 sebesar Rp. 125.879.976.500,- (7,99% dari total pendapatan daerah), pajak daerah menjadi pendapatan terbesar 36,09% dari total PAD dan yang kedua bersumber dari retribusi daerah sekitar 29,86%.
Untuk komponen belanja daerah, bahwa komposisi Belanja Tidak Langsung (BTL) lebih besar daripada Belanja Langsung (BL), yaitu BTL sebesar Rp. 1.059017.013.598,- (60,03% dari total belanja daerah), sedangkan BL sebesar Rp. 705.251.771.402,- (39,97% dari total belanja daerah).
Alokasi anggaran sektor kesehatan di Kabupaten Sukabumi pada APBD Murni Tahun 2011 sebesar Rp. 171.789.011.008 (9,74% dari total belanja daerah) mengalami peningkatan pada APBD Perubahan menjadi Rp. 210.555.908.871 (10,62% dari total belanja daerah) hal ini berarti bahwa Kabupaten Sukabumi sudah mampu melewati amanat Pemerintah dengan mengalokasikan lebih dari 10%. Namun alokasi anggaran kesehatan di Dinas Kesehatan pada tahun anggaran 2011 masih didominasi oleh anggaran yang penggunaannya untuk kegiatan kuratif sekitar 53%, kegiatan promotif 18%, kegiatan preventif 4% dan lain-lain sekitar 25%, sedangkan untuk rehabilitatif 0%.
Untuk orientasi program kesehatan di Kabupaten Sukabumi tahun anggaran 2011, masih berorientasi pada peningkatan infrastruktur sebesar 40% sedangkan peningkatan mutu sebesar 27,5% dan peningkatan akes sebesar 29,2%, hal ini bertolak belakang dengan indikator peningkatan derajat kesehatan yang menjadi prioritas utama pembangunan daerah Kabupaten Sukabumi pada poin 4 dalam RKPD 2011 yaitu melakukan peningkatan derajat kesehatan dan pelayanan sosial kabupaten sukabumi.
Jika ditinjau dari program-program yang mendukung untuk menunjang indikator kesehatan yaitu berupa layanan, lingkungan dan perilaku. Pada tahun 2011, anggaran yang terdapat di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi banyak teralokasikan untuk program-program yang mendukung kepada layanan kesehatan sebesar 15,7 Milyar (46,5%) dan program lainnya sebesar 14,1 Milyar (41,8%), sedangkan untuk anggaran yang mendukung kepada upaya perbaikan perilaku hanya sebesar 2,5 Milyar (7,6%) dan yang paling kecil adalah anggaran yang mendukung perbaikan lingkungan hanya sebesar 1,4 Milyar (4,2%).
Berdasarkan kajian analisis FITRA Sukabumi terhadap kondisi anggaran kesehatan tersebut, pemerintah Kabupaten Sukabumi lebih mengedepankan kepada layanan kesehatan, namun hal tersebut tidak bersinergis dengan orientasi program kesehatan, yang ternyata baru pada tahap peningkatan infrastruktur kesehatan, artinya orientasi terhadap peningkatan infrastruktur lebih tinggi daripada peningkatan akses dan mutu kesehatan. Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan orientasi program dan item-item program kesehatan tersebut dapat mengatasi permasalahan kesehatan yang ada di Kabupaten Sukabumi? Harapannya ini harus menjadi kajian bersama, bahwa permasalahan kesehatan yang muncul tentunya dapat teratasi dengan pola kebijakan, program dan anggaran kesehatan yang betul-betul memprioritaskan kepada pemenuhan kebutuhan hak dasar kesehatan bagi rakyat.
Sukabumi, 30 November 2011
FITRA Sukabumi

2.580 Bayi di Sukabumi Meninggal Setiap Tahun

Rabu, 16 November 2011 - 20:14 WIB

SUKABUMI (Pos Kota) – Angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat terbilang masih tinggi. Faktornya 45 persen karena lingkungan, sementara 34 persennya karena faktor prilaku.
Data Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupetan Sukabumi menyebutkan, AKB mencapai 43 jiwa per seribu kelahiran. Artinya dari seribu kelahiran, sebanyak 43 bayi meninggal dunia.
“Ini membuktikan masih buruknya faktor lingkungan masyarakat kita terhadap kematian bayi dan ibu. Terutama dalam penyediaan sarana air bersih dan fasilitas mandi cuci kakus (MCK),” kata Pelaksana Tugas Harian (PLH) Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Sukabumi, Iwan Ridwan, di sela-sela diskusi kesehatan yang digelar Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Rabu (16/11).
Dijelaskan Iwan, setiap tahunnya di Kabupaten Sukabumi terdapat sekitar 60 ribu kelahiran balita. Jika dihitung dengan angka kematian bayi sebanyak 43 jiwa per seribu kelahiran, maka terdapat sekitar 2.580 bayi yang meninggal per tahunnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Promosi Kesehatan (Promkes), Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Sukabumi, Ujang Zulkifli menjelaskan, tingginya angka kematian ibu dan bayi lantaran faktor lingkungan dan perilaku.
“Misalnya masih banyak warga yang lebih percaya paraji atau dukun anak dibandingkan tenaga kesehatan. Dari data dinkes, sekitar 75 persen ibu melahirkan oleh tenaga kesehatan, sisanya oleh paraji atau dukun beranak,” ungkapnya.
Di samping faktor lingkungan dan perilaku, kata Ujang, masalah layanan kesehatan juga merupakan salah satu faktor. Menurutnya, sepanjang 2011 ini petugas di lapangan baru menemukan sebanyak 200 lebih bayi yang meninggal. Jumlah itu akan bertambah banyak hingga akhir 2011 mendatang. (sule/b)
Sumber: http://poskota.co.id/berita-terkini/2011/11/16/2-580-bayi-di-sukabumi-meninggal-setiap-tahun

FITRA Sukabumi : Gugah Sadar ASI dari "Si Manis Terenggut Nyawanya"

Gugah Sadar ASI dari 'Si Manis Terenggut Nyawanya'

Gugah Sadar ASI dari 'Si Manis Terenggut Nyawanya'
Film dokumenter tentang kesehatan berjudul 'Si Manis Terenggut Nyawanya' diputar di aula Gedung Pendopo Kabupaten Sukabumi, Rabu (16/11/2011). - inilah.com/Budiyanto
Oleh: Budiyanto
Jabar - Rabu, 16 November 2011 | 12:31 WIB


INILAH.COM, Sukabumi - Film dokumenter tentang kesehatan berjudul 'Si Manis Terenggut Nyawanya' diputar di aula Gedung Pendopo Kabupaten Sukabumi, Rabu (16/11/2011).

Film dokumenter produksi FITRA Sukabumi dan Yayasan Tifa berdurasi 14 menit itu bercerita tentang kematian bayi karena kemiskinan. Sebelum meninggal, bayi bernama Nonita (5 bulan) itu sempat diberikan air gula oleh ibunya, Ina (18).

''Bayi tidak diberikan ASI sejak lahir, karena miskin hanya diberikan air gula. Selanjutnya mengalami diare beberapa hari, lalu meninggal,'' kata Neneng Maryati, Kader fotografer FITRA Sukabumi kepada INILAH.COM, Rabu (16/11/2011).

Menurut Neneng, kematian bayi yang terjadi di Kampung Bobojong Desa Cipetir Kecamatan Kadudampit Kabupaten Sukabumi pada bulan Mei 2011 itu sempat didokumentasikan.

Sementara itu, Manager Program FITRA Ajat Zatnika mengatakan pembuatan film dokumenter ini bukan untuk memojokkan pihak tertentu, tapi untuk pembelajaran semua pihak. ''Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan bagi masyarakat Kabupaten Sukabumi,'' kata Ajat.[jul]


HASIL AUDIT SOSIAL KESEHATAN MELALUI MEDIA FOTOGRAFI YANG TERJADI DI 4 DESA LOKASI PROGRAM KABUPATEN SUKABUMI By : FITRA Sukabumi

Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya dibidang kesehatan, hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau, hak secara mandiri dan bertanggungjawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya, hak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan yang optimal. Kesadaran bahwa kesehatan merupakan hak asasi setiap orang maka tuntutan untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu dan optimal menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat.

Namun pada realitasnya, masyarakat masih merasakan bahwa kesehatan masih menjadi permasalahan utama yang belum tertangani secara maksimal oleh pemerintah. Disisi lain berbagai fenomena permasalahan kesehatan yang muncul, selama ini tidak pernah terpublikasikan secara obyektif, misalnya dengan bentuk visualisasi foto atau gambar. Sehingga masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD tidak mengetahuinya, sedangkan visualisasi ini sangat penting untuk menumbuhkan kepekaan bagi semua pihak terutama pemerintah daerah dalam rangka mengakomodir kebutuhan hak dasar masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan.

FITRA Sukabumi mencoba untuk memfasilitasi masyarakat dalam menyampaikan pesan singkat melalui photovoice (foto bersuara) kepada Pemerintah Kabupaten Sukabumi terhadap kondisi dan permasalahan kesehatan yang muncul di masyarakat. Tentunya harapan masyarakat bahwa permasalahan kesehatan yang muncul bisa segera diantisipasi dan ditangani secara cepat dan maksimal.

Alat pesan singkat tersebut menggunakan metode audit sosial melalui penggunaan media fotografi. Dalam praktiknya, bentuk audit sosial yang dilakukan masyarakat berupa praktik lapangan dengan melakukan pemotretan terhadap potensi dan permasalahan kesehatan, baik ditinjau dari aspek lingkungan, layanan dan perilaku.

Proses pelaksanaan audit sosial berupa praktik lapangan tersebut dilaksanakan selama 5 bulan yang dimulai dari Februari sampai dengan Juni 2011 di 4 desa, yaitu Desa Sukaresmi & Desa Selajambe di Kecamatan Cisaat, Desa Cipetir & Desa Muaradua di Kecamatan Kadudampit.

Dari hasil pemotretan yang dilakukan oleh masyarakat selama 5 bulan, terdapat sekitar 1000 foto yang memperlihatkan kondisi kesehatan masyarakat yang ditinjau dari berbagai aspek kesehatan. Pesan inilah yang ingin disampaikan masyarakat kepada pemerintah, bahwa foto tersebut menjadi bukti dasar (evidence base) permasalahan kesehatan yang muncul dimasyarakat dan perlu direspon oleh pemerintah Kabupaten Sukabumi.

Kondisi Lokasi Program

Jumlah penduduk di 4 desa, yaitu desa cipetir dan desa muaradua kecamatan kadudampit, serta desa selajambe dan desa sukaresmi kecamatan cisaat, dapat dilihat dalam table berikut :

Desa

Jumlah penduduk

Prosentase (%)

Cipetir

1.546

0.065

Muaradua

1.491

0.062

Selajambe

9.232

0.39

Sukaresmi

14.048

0.59

Jumlah Penduduk kabupaten

2.366.717

Untuk jumlah KK miskin di 4 desa lokasi program adalah sebagai berikut :

Jumlah kematian bayi dan ibu di 4 desa lokasi program pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 (dari Januari – Juni 2011) adalah sebagai berikut :

Tahun

Tahun 2010

Jan s.d. Juni Tahun 2011

Jumlah Kematian

Bayi

Ibu

Bayi

Ibu

Cipetir

8

9

3

-

Muaradua

-

-

-

-

Selajambe

1

3

-

-

Sukaresmi

7

-

1

-

Untuk partisipasi masyarakat dalam kunjungan ke Posyandu di 4 Desa, dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Jika dilihat dari tingkat pendidikan, partisipasi warga untuk pergi ke Posyandu sangat berpengaruh terhadap tingkat kesadaran warga akan pentingnya mengikuti kegiatan Posyandu, secara grafik sebagai berikut :

Potret Kesehatan di 4 Desa Lokasi Program

Secara garis besar, potret kondisi kesehatan di 4 desa lokasi program dari Februari sampai dengan Juni 2011 berdasarkan hasil temuan masyarakat yang dibagi menjadi beberapa indikator kesehatan yaitu layanan kesehatan, lingkungan dan perilaku adalah sebagai berikut :

1. Desa Cipetir Kecamatan Kadudampit

· Aspek Layanan Kesehatan

Dari aspek layanan kesehatan, problem yang dihadapi Desa Cipetir adalah sebagai berikut :

- PMT yang diberikan kepada Balita belum bisa mencakup kebutuhan gizi balita. Biaya PMT dari dana PNPM per orang sebesar Rp. 2000,-. Sedangkan dana untuk PMT dari ADD belum ada

- Bayi baru berusia 3 hari meninggal dunia karena tonus otot lemah. Sang Ibu berusia 25 tahun bekerja sebagai buruh pabrik, 1 hari sebelum melahirkan sang Ibu masih bekerja, karena kesibukan bekerja sehingga tidak sempat memeriksakan kandungan ke tenaga kesehatan

- Bayi (2 bulan) dari keluarga miskin meninggal dunia karena demam tinggi dan kejang-kejang, karena terlambat dibawa ke tenaga kesehatan

- Warga miskin yang memiliki penyakit kaki gajah sudah 15 tahun belum sembuh. Walaupun memiliki fasilitas Jamkesmas, namun tidak memiliki biaya untuk yang menunggu

- Warga miskin menempati rumah bekas mushola sederhana (2,5 m x 4,5 m) berdindingkan bilik & papan, berlantaikan anyaman bambu. Rumah dengan satu ruangan yang berfungsi sebagai kamar tidur, dapur, ruang tamu. Untuk keperluan mandi, BAB, Air Bersih harus keluar rumah

- Warga miskin memiliki jamban keluarga yang belum sesuai dengan standar kesehatan

- Pemberian vitamin A dilakukan pada bulan Maret 2011, seharusnya dilakukan pada bulan Februari 2011. Hal ini dikarenakan, distribusi vitamin A baru diterima oleh posyandu-posyandu di Desa Cipetir pada bulan Maret 2011

- Alokasi PMT dari dana PNPM tidak seluruhnya digunakan untuk pengadaan PMT

- Seorang bayi meninggal dunia ketika proses persalinan, posisi bayi saat melahirkan sungsang. Proses persalinan ditangani oleh Paraji. Ketika Paraji tidak bisa menangani persalinan tersebut kemudian memberitahukan Bidan, namun bayi tidak sempat tertolong

- Ibu yang mau melahirkan tidak dibawa ke tempat persalinan/nakes, cukup ditemani oleh paraji dirumahnya

- Warga tidak mengikuti program KB, sehingga kelahiran sangat berdekatan. Ditambah saat ini rumah warga tersebut terkena gempa yang mengakibatkan bagian dapur roboh, dan belum mendapatkan bantuan dari pemerintah

- Seorang ibu dari 6 kali melahirkan hanya 2 orang anak yang selamat, hal tersebut menurut informasi kader kesehatan diakibatkan dari perilaku suami yang menjadi perokok berat (merokok didalam rumah), ke 3 bayinya meninggal karena terlahir dengan menderita sakit asma, dan yang 1 bayi lagi mengalami keguguran

- Seorang warga miskin menderita penyakit gondongan dan pembesaran diperut (buncit), sampai saat ini sudah ditangani melalui Jamkesmas, hanya perawatan dan pengobatan tidak tuntas di Rumah Sakit karena tidak memiliki biaya untuk yang menunggu di Rumah Sakit. Beberapa hari kemudian setelah dipotret warga tersebut meninggal dunia

- Ibu yang akan melahirkan, sengaja tidak memberitahukan kepada tenaga kesehatan/bidan, dengan alasan : 1) warga sudah terbiasa dan merasa nyaman dan murah bersalin dengan paraji, 2) Warga masih menganggap persalinan dibidan perlu biaya mahal

- Seorang bayi berusia 5 bulan yang bernama Novita Saputri meninggal dunia, anak dari pasangan seorang ibu muda yang bernama Ibu Ina (usia 19 Tahun) Bapak Ukat (35 Tahun) seorang pedagang kaki lima yang penghasilannya tidak menentu. Bayi tersebut meninggal karena air susu Ibunya tidak keluar dan tidak bisa membeli susu sebagai pengganti ASI karena tidak mempunyai uang, kemudian orang tuanya hanya mampu membeli gula pasir, dan bayi Novita akhirnya diberi air gula sebagai pengganti susu. Dari situlah berat badan Novita jadi menurun drastis hingga akhirnya meninggal dunia.

- Balita gizi buruk berasal dari keluarga miskin, dan merupakan anak ke 8 dari 8 bersaudara. Saat ini usia ibunya sudah mencapai 50 Tahun.

- Balita gizi buruk berasal dari keluarga kategori KS I

· Aspek Lingkungan

Dari aspek lingkungan, problem yang dihadapi Desa Cipetir adalah sebagai berikut :

- Sampah yang menumpuk di dekat rumah warga (di kebun) dan diselokan air

- Sumber air bersih belum terkelola dengan baik, sehingga aktivitas warga akan kebutuhan air terpusat di satu titik

- Pembuangan limbah air (mencuci, mandi & buang air kecil) yang terus-menerus membentuk selokan kecil sehingga terjadi genangan air limbah

- Jamban yang tidak memenuhi standar kesehatan. Keterbatasan air menyebabkan tinja menumpuk diselokan pembuangan sehingga banyak lalat

- Warga miskin tidak memiliki jamban keluarga, untuk keperluan mandi, mencuci dan air bersih harus berjalan kaki dengan jarak yang jauh dari rumah

- Warga memiliki hewan ternak yang kandangnya berdempetan dengan rumah dekat dapur/disamping rumah/dibelakang rumah/didalam rumah (di dapur)

- Tempat pemandian umum tidak layak pakai yang pembuangan air limbahnya dialirkan ke kolam lainnya yang berdekatan atau ke selokan samping rumah

- Jamban keluarga berada di luar rumah yang tidak layak berdasarkan standar kesehatan, air yang digunakan kotor dan keruh dan diambil dari lokasi yang jauh dari rumah

- Sumber mata air yang tidak terlindungi digunakan untuk kebutuhan MCK. Dan akses menuju lokasi sumber mata air rawan dan jauh dari permukiman warga

- Rumah warga miskin yang tidak layak huni dan jauh dari standar kesehatan (berlantai tanah, tidak ada jamban keluarga, akses air bersih jauh)

- Warga memiliki Jamban Keluarga tapi kesulitan air bersih

- MCK multifungsi yang tidak terawat dan tidak layak menurut standar kesehatan

- MCK umum warga tidak layak pakai dan tidak sesuai dengan standar kesehatan, yang pembuangan limbah kotoran manusia dibuang langsung ke kolam

- Jamban keluarga yang tidak memiliki saluran pembuangan air limbah, sehingga air limbah tersebut mengalir dan menggenang di pinggir rumah warga lainnya

- Jalan gang yang dibangun oleh program PNPM sudah banyak yang rusak, sehingga beresiko bagi ibu hamil jika melintasi jalan gang tersebut

- Rumah warga miskin yang tidak layak huni dan tidak memenuhi standar kesehatan

- MCK umum yang sumber airnya tidak terjamin karena sumber air bersih tidak terlindungi dengan baik, bak air digunakan warga untuk menyimpan cucian sehingga dipastikan akan tercemar oleh limbah MCK

- MCK yang sudah dibangun tidak memenuhi standar kesehatan, karena saluran pembuangan limbahnya ke kolam, yang air kolamnya juga digunakan oleh warga untuk mandi dan mencuci

- Jamban tidak layak pakai, yang saluran pembuangan limbah kotoran manusia dialirkan ke selokan kecil melalui bamboo

- Kondisi jalan menuju sarana MCK licin dan rusak serta disamping MCK terdapat sumber air bersih yang tidak terlindungi, namun dimanfaatkan warga untuk minum dan memasak. Sumber air bersih tersebut dekat dengan solokan yang sering digunakan oleh warga untuk BAB

- MCK umum yang tidak layak pakai dan tidak sesuai dengan standar kesehatan. Saluran pembuangannya di salurkan ke selokan kecil yang terbuka dan berdekatan dengan pemukiman warga

- MCK yang sudah ada tidak terpelihara dengan baik tetapi masih digunakan oleh warga

· Aspek Perilaku

Dari aspek perilaku, problem yang dihadapi Desa Cipetir adalah sebagai berikut :

- Selokan kecil yang digunakan untuk BAB oleh warga dengan menggunakan cukang (jembatan kecil)

- Warga terbiasa mandi di MCK umum yang terbuka, sehingga terlihat oleh warga lainnya

- Air kolam yang digunakan untuk mandi, mencuci, gosok gigi berasal dari aliran air yang digunakan bekas BAB

- Sampah dibuang ke selokan air, sehingga air tersumbat dan menjadi sarang nyamuk

- Sampah dibuang di dekat pemukiman warga, sehingga menumpuk dan mengundang lalat

- Perilaku menyimpang yang diajarkan orang dewasa kepada anak kecil berusia antara 3 – 5 Tahun untuk merokok, hal ini berpotensi ketika anak tersebut dewasa menjadi perokok atau mengidap penyakit paru-paru

- Air kolam yang kotor digunakan warga untuk mencuci dan mandi

- Tempat mandi dan mencuci warga, yang limbahnya dibuang begitu saja tidak ada saluran pembuangan yang sesuai standar kesehatan

2. Desa Muaradua Kecamatan Kadudampit

· Aspek Layanan Kesehatan

Dari aspek layanan kesehatan, problem yang dihadapi Desa Muaradua adalah sebagai berikut :

- Seorang warga miskin yang menderita penyakit komplikasi diabetes dan maag. Walaupun memiliki fasilitas Jamkesmas namun belum pernah dirawat karena keluarga tidak mengizinkan dengan alasan tidak punya uang untuk menunggu di Rumah Sakit.

- Seorang anak kecil berusia 6 tahun berasal dari keluarga miskin menderita penyakit turun berok (hernia) sudah 3 tahun. Belum bisa berobat karena tidak punya uang dan tidak terdaftar sebagai peserta Jamkesmas/Jamkesda

- Seorang warga miskin berusia 80 Tahun yang menderita lumpuh sebagian tubuh, belum pernah di bawa ke tenaga kesehatan hanya berobat alternatif dikarenakan tidak memiliki biaya dan tidak memiliki fasilitas Jamkesmas/Jamkesda.

- Seorang warga miskin yang berusia 45 Tahun menderita penyakit kulit (eksim kering), sudah sejak 3 bulan yang lalu belum sembuh walaupun sudah berobat ke mantri dan Puskesmas. Warga ini tidak terdaftar sebagai peserta Jamkesmas/Jamkesda

- Biaya untuk pengadaan PMT masih kurang sehingga belum mencukupi kebutuhan gizi balita. Makanan yang diberikan pada PMT, hanya sepotong kue bolu (seukuran kepalan tangan anak balita)

- Seorang anak berusia 3 Tahun berasal dari keluarga miskin, yang menderita penyempitan usus, sehingga perutnya membesar (seperti ibu hamil). Sudah pernah di bawa ke dokter, disarankan untuk dirujuk ke RS Hasan Sadikin Bandung. Tetapi pihak keluarga tidak mempunyai biaya untuk berobat dan anak tersebut tidak terdaftar sebagai peserta Jamkesmas/Jamkesda

- Seorang laki-laki berusia 45 tahun menderita kebutaan sejak 11 tahun yang lalu, karena tidak memiliki biaya walaupun sempat di bawa ke rumah sakit namun matanya sudah tidak bisa disembuhkan karena harus menjalani operasi. Sedangkan biaya untuk operasi mata tidak ada. Dengan kebutaannya tersebut, namun semangat juang yang tinggi untuk mempertahankan hidup ia lakukan dengan mengandalkan kemampuannya menghaluskan bambu yang dipakai untuk bahan produksi kerajinan tangan seperti nampan. Selain itu ia tidak punya Kartu Jamkesmas.

· Aspek Lingkungan

Dari aspek lingkungan, problem yang dihadapi Desa Muaradua adalah sebagai berikut :

- Sampah yang menumpuk di pinggir kali, dan sebagian jatuh ke kali yang menghambat arus air mengalir

- Rumah warga miskin tidak layak huni dan tidak memenuhi standar kesehatan.

- Tempat mandi dan BAB warga yang tidak beratap. Sedangkan air yang digunakannya berasal dari kolam yang airnya sudah tercemar dan kotor.

- Jamban keluarga berada di luar rumah yang dindingnya terbuat dari bambu dan plastik, karena tidak memiliki biaya untuk membangun jamban keluarga. Pembuangan limbahnya langsung ke kolam.

- Keluarga miskin yang terdapat Ibu Hamil, tidak memiliki jamban keluarga. Untuk kebutuhan mandi, dan mencuci sehari-hari menggunakan air selokan yang berada di belakang rumah (kamar mandi tanpa penghalang dan beralaskan bambu)

- MCK multifungsi yang tidak ada pembuangan yang memadai dan air yang sudah dipakai untuk mandi dan mencuci jatuh kembali ke tempat air tersebut (kolam).

- Warga memiliki hewan ternak yang kandangnya di depan rumah. Dan ketika hujan, limbah kotoran hewan terbawa air dan masuk ke rumah warga yang dataran rumahnya lebih rendah dari kandang hewan tersebut.

- Warga memiliki hewan ternak yang kandangnya berdempetan dengan rumah/ di dapur rumah/di samping rumah.

- Air kolam yang digunakan warga untuk mandi, juga digunakan sebagai tempat pemeliharaan hewan ternak unggas.

- Sumber air bersih yang tidak terlindungi berada diatas/disamping selokan kecil yang jaraknya jauh dari pemukiman warga, digunakan oleh warga untuk mandi, mencuci, memasak dan minum

- Keluarga miskin tidak memiliki jamban keluarga, untuk mandi dan mencuci di Jamban belakang rumah di atas kolam, yang sumber air bersihnya dari mata air yang jauh dari rumah

· Aspek Perilaku

Dari aspek perilaku, problem yang dihadapi Desa Muaradua adalah sebagai berikut :

- Kurangnya partisipasi warga (swadaya masyarakat) dalam membangun sarana kesehatan seperti membangun posyandu. Sehingga proses pembangunannya berjalan lambat.

- Sampah dibuang warga kesolokan, sehingga menghambat arus air mengalir.

- Sumber air bersih yang tidak terlindungi digunakan oleh warga untuk minum dan memasak

- MCK umum warga yang limbahnya mengalir kesolokan yang air tersebut masih digunakan oleh warga di hilirnya untuk mencuci, mandi dan BAB.

- Warga miskin menggunakan air kolam yang kotor untuk mandi dan mencuci, karena kesulitan air bersih.

- Pembuangan limbah kotoran manusia langsung ke kolam

- Warga menggunakan air kolam yang kotor untuk mandi, gosok gigi dan mencuci perabot dapur

3. Desa Selajambe Kecamatan Cisaat

· Aspek Layanan Kesehatan

Dari aspek layanan kesehatan, problem yang dihadapi Desa Selajambe adalah sebagai berikut :

- Seorang ibu selama proses persalinan sampai anak yang ke 9, tidak pernah dibantu oleh tenaga kesehatan/bidan. Dikarenakan tidak punya biaya.

- Adanya penarikan biaya tambahan di Puskesmas diluar pasien JAMKESMAS/pasien pemilik kartu berobat gatis PNPM untuk obat-obat tertentu (misal : obat berbentuk sirup dan obat salep) sebesar Rp. 1000,-

- Pemeriksaan pasien yang menderita sakit gigi di Puskesmas, masih ditangani oleh dokter umum.

- Bidan desa membuka praktik persalinan yang bersifat komersil di desa binaan sendiri. Dengan tarif Rp. 400.000,- berikut Akte.

- Tindakan represif/reaktif yang dilakukan oleh tenaga kesehatan, ketika problem kesehatan yang dialami warga sudah diketahui oleh semua pihak.

- Seorang anak dari keluarga miskin mengalami kelumpuhan, karena pernah mengalami demam tinggi dan kejang-kejang. Anak tersebut tidak sempat dibawa ke layanan kesehatan (RS), karena tidak punya biaya.

- Pengadaan PMT dari dana ADD dianggap kurang, bentuk pemberian PMT berupa makanan instan (siap saji) yang dibeli dari warung.

- Posyandu yang menumpang dirumah salah satu kader, sulit menyimpan dan merawat peralatan atau perlangkapan posyandu di karenakan tidak memiliki tempat khusus untuk penyimpanan.

- Penarikan biaya obat pada kegiatan Posbindu sebesar Rp. 3000,- per orang, dikarenakan obat yang diberikan dianggap berkualitas. Kegiatan Posbindu seharusnya sesuai dengan tujuan diadakannya Posbindu yaitu meningkatkan kesadaran usia lanjut untuk membina kesehatannya serta meningkatkan peran serta masyarakat termasuk keluarganya dalam mengatasi kesehatan usia lanjut. Akan tetapi pada praktiknya pelaksanaan Posbindu lebih identik dengan layanan pengobatan.

- Seorang ibu yang tidak pernah mau melaksanakan KB, dengan alasan tidak cocok dan tidak punya biaya, anaknya berjumlah 9 saat ini sedang hamil anak yang ke 10. Tinggal di rumah bekas kandang ayam (tidak layak huni)

- Alat untuk penimbangan balita (dacin) rentan menimpa balita, karena pada saat penimbangan, dacin digantung tanpa mempertimbangkan resiko kecelakaan pada bayi & balita, dan selain itu sebagian balita tidak nyaman (menangis, meronta) atau menolak di timbang menggunakan dacin.

- Tempat Posyandu masih banyak yang menumpang di salah satu rumah kader, baru 6 Posyandu dari 12 Posyandu yang dibangun dari program PNPM dengan ukuran 3m x 4m.

- Pengadaan PMT saat ini baru di fasilitasi dari dana ADD dan itupun dianggap kurang, bentuk pemberian PMT berupa makanan instan (siap saji) yang dibeli dari warung.

· Aspek Lingkungan

Dari aspek lingkungan, problem yang dihadapi Desa Muaradua adalah sebagai berikut :

- Sampah yang menumpuk dipinggir jalan/ditebing sisi jalan, karena tidak ada TPSS dan tidak ada pengangkutan sampah oleh Dinas terkait.

- Rumah warga miskin yang tidak layak huni dan tidak memenuhi standar kesehatan

- Tidak ada bangunan/tempat pembuangan sampah, sehingga sampah dibuang dimana saja (dikolam, sungai, kebun, halaman, selokan kecil)

- Warga memiliki hewan ternak yang kandangnya berdempatan/disamping rumah/dibelakang rumah/dikolong (dibawah rumah)

- Warga menggunakan MCK multifungsi dikarenakan warga masih banyak yang tidak mempunyai jamban keluarga dan kebiasaan warga mencuci, mandi menggunakan air yang ada dikolam.

- Warga kekurangan air bersih, karena sumber air bersih warga masih terbatas.

- MCK umum tidak sesuai dengan standar kesehatan tetapi masih banyak warga yang menggunakannya terutama warga yang tidak memiliki jamban keluarga.

- Banyak MCK yang dibangun hanya menggunakan PlastiK sebagai penyangganya dan karung/kain/PlastiK sebagai dindingnya

- Rumah warga miskin yang tidak layak huni dan tidak memenuhi standar kesehatan (bekas kandang ayam berada di atas kolam ikan)

· Aspek Perilaku

Dari aspek perilaku, problem yang dihadapi Desa Muaradua adalah sebagai berikut :

- Sarana untuk mencuci dan mandi, warga menggunakan air kolam yang kotor.

- Sampah yang sengaja disimpan dipinggir jalan untuk menunggu pengangkutan sampah, dikarenakan tidak ada TPSS.

- WC/Cubluk yang pembuangan limbah kotorannya langsung ke kolam.

- Jalan Kabupaten yang rusak dan berlubang di manfaatkan warga untuk membuang sampah

- Di beberapa lokasi/RW, warga membuang sampah sembarangan, karena tidak ada pengangkutan sampah dari dinas terkait.

- Warga masih banyak yang menggunakan air kotor dan keruh yang berasal dari aliran air sungai dan air kolam yang sudah terkena limbah kotoran untuk mencuci dan mandi.

- Selokan air kecil dijadikan warga sebagai saluran pembuangan limbah kotoran manusia

- Kolam dijadikan warga sebagai pembuangan akhir limbah kotoran manusia. Kolam tersebut ditanami ikan yang dikonsumsi oleh warga sekitar.

4. Desa Sukaresmi Kecamatan Cisaat

· Aspek Layanan Kesehatan

Dari aspek layanan kesehatan, problem yang dihadapi Desa Sukaresmi adalah sebagai berikut :

- Peralatan & perlengkapan Posyandu masih kurang dan terbatas. Sampai saat ini belum ada bantuan sarana untuk perlengkapan Posyandu dari Pemerintah Daerah

- Pemahaman pentingnya KB rata-rata baru diketahui oleh kalangan ibu-ibu, karena sosialisasi/penyuluhan tentang KB hanya disampaikan kepada ibu-ibu saja, sedangkan bagi bapak-bapak tidak pernah ada sosialisasi KB

- Seorang ibu hamil berusia 29 Tahun tidak pernah mau mengikuti KB, karena dilarang oleh suaminya. Kehamilan yang sekarang adalah kehamilan anak ke tiga, dan jarak antara anak pertama, kedua dan kehamilan ketiga masing-masing berjarak satu tahun

- Posyandu yang dibangun oleh program PNPM tidak terawat dengan baik, selain digunakan untuk kegiatan Posyandu tempat tersebut digunakan juga untuk Poskamling dan untuk penyimpanan Raskin

- Warga miskin yang sedang hamil 9 bulan dan memiliki 10 anak, saat ini merupakan kehamilan anak ke 11. Ibu tersebut tidak pernah ber KB dikarenakan menderita penyakit varises. KB yang bisa digunakan hanyalah dengan IUD, tetapi tidak memiliki biaya untuk ber KB IUD

- Warga miskin yang menempati rumah di atas kolam yang memiliki 3 anak, 1 anak lagi meninggal dunia akibat tetanus. Ibu hamil tersebut tidak pernah ber KB dikarenakan tidak memiliki biaya

- Seorang warga miskin yang menderita penyakit kulit (kesrek) selama 12 tahun, sampai saat ini belum dibawa ke tenaga kesehatan, dikarenakan tidak memiliki biaya, selain itu tidak terdaftar di Jamkesmas

- Rumah warga miskin yang menderita penyakit kulit (kesrek) yang tidak layak huni dan tidak memenuhi standar kesehatan. Selain itu atap dan dindingnya banyak yang berlobang

· Aspek Lingkungan

Dari aspek lingkungan, problem yang dihadapi Desa Sukaresmi adalah sebagai berikut :

- Tidak ada bangunan/tempat pembuangan sampah (TPSS), sehingga sampah dibuang dimana saja (dikolam, sungai, kebun, halaman, selokan kecil, pinggir kali dll).

- Selokan kecil didepan/dibelakang rumah warga yang sering menggenang, karena tidak ada saluran air untuk mengalirkan air tersebut.

- Dari 22 RW, hanya satu Posyandu yang dibangun dari program PNPM Perkotaan, selain terbatasnya kuota pembangunan Posyandu, hal ini juga disebabkan karena tidak adanya yang memberikan lahan (hibah) untuk pembangunan Posyandu.

- Sumber air bersih yang tidak terlindungi, digunakan oleh warga untuk minum, mandi, mencuci dan memasak

- Jalan yang licin dan rusak, sering dilewati oleh ibu hamil. Sehingga dikhawatirkan bisa beresiko bagi ibu hamil

- Jalan kampung (bertanah) karena sering hujan, berubah menjadi ekosistem air darat yang ditempati oleh bebek dan ayam

- Kolam permanen yang tidak terpakai dibiarkan begitu saja, sehingga banyak jentik nyamuk. Lokasi kolam tersebut berada dekat dengan rumah warga

- Warga memiliki hewan ternak yang kandangnya berdempetan/dibelakang rumah/dikolong (dibawah rumah), banyak warga terutama anak-anak sering menderita penyakit gatal-gatal

- Rumah warga miskin yang tidak layak huni dan tidak memenuhi standar kesehatan

- Warga membangun Posyandu secara swadaya di atas kolam ikan, karena tidak ada warga yang mau menghibahkan tanahnya untuk dibangun Posyandu.

- Sumber air bersih yang dipergunakan oleh warga untuk keperluan memasak jaraknya jauh dari warga, jarak paling terdekat antara sumber air bersih dengan warga sekitar 150 meter, dan jalan yang dilaluinya sangat terjal dan rusak. Hal ini sangat beresiko bagi Ibu Hamil

- WC/Cubluk sederhana yang pembuangan limbah kotorannya langsung ke kolam

- Jamban warga yang tidak layak pakai dan tidak sesuai dengan standar kesehatan di bangun dipinggir kolam yang dinding pembatas/penutupnya hanya terbuat dari karung plastik, dan bambu sebagai penyangganya

- MCK yang dibangun secara swadaya di atas tanah salah satu warga (pinggir sungai), MCK tersebut tidak bisa digunakan oleh warga pada malam hari, karena tidak ada listrik (penerangan). SPAL nya dibuang langsung ke sungai

- Warga memiliki hewan ternak yang kandangnya berdempetan/disamping rumah/dibelakang rumah/dikolong (dibawah rumah)

- Rumah warga miskin yang tidak layak huni dan tidak memenuhi standar kesehatan. Berada di atas kolam ikan, yang dihuni oleh ibu hamil dan memiliki balita

- Lokasi sumber air bersih dengan rumah warga yang terdekat jaraknya sekitar 200 meter. Jalan yang dilaluinya terjal, licin dan rusak. Banyak ibu hamil yang memanfaatkan sumber air bersih tersebut

- Warga tidak memiliki MCK umum, untuk kebutuhan mandi, mencuci dan BAB. Disisi lain sumber air bersih sudah tersedia, namun tidak terlindungi

- Jamban warga yang tidak memenuhi standar kesehatan, limbah kotoran dibuang ke sungai

- Warga memiliki hewan ternak unggas yang kandangnya berdempetan/disamping rumah/dibelakang rumah/dikolong (dibawah rumah)

· Aspek Perilaku

Dari aspek perilaku, problem yang dihadapi Desa Sukaresmi adalah sebagai berikut :

- Warga membuang sampah sembarangan, karena tidak ada pengangkutan sampah dari dinas terkait. Pengangkutan sampah hanya untuk 4 (empat) RW dari 22 RW, itupun hanya sampah/lokasi rumah warga yang berada dipinggir jalan.

- Warga mandi dan mencuci menggunakan air kolam yang kotor

- Jamban salah satu warga yang digunakan oleh masyarakat umum, berada di pinggir kolam yang limbah kotorannya langsung ke kolam. Jamban tersebut belum memenuhi standar kesehatan

- Warga menjemur pakaian disamping kandang ayam & bebek, terkadang pakaian yang dijemur terkena debu kotoran dari kandang ayam & bebek

- Air kolam kotor yang digunakan warga untuk mandi dan mencuci juga digunakan oleh hewan unggas

- Saluran pembuangan air limbah, baik limbah bekas mencuci, mandi, BAK, BAB dll dibuang ke kolam

- Warga menggunakan air kolam yang kotor atau sudah tercemar limbah kotoran manusia, untuk mandi, mencuci dan BAB

- Sampah dibuang dimana saja (dikolam, sungai, kebun, halaman, selokan kecil, pinggir kali dll). Karena tidak ada pengangkutan sampah sampai ke pelosok kampung, TPSS hanya dibangun dipinggir jalan utama/desa

- Warga menggunakan air kolam yang kotor untuk mencuci perabot dapur dan mencuci pakaian

Potret Anggaran Kabupaten Sukabumi

APBD Kabupaten Sukabumi pada tahun 2011 untuk total belanja sebesar Rp. 1.764.268.785.000,- mengalami kenaikan sebesar 12,20% dibandingkan total belanja APBD Tahun 2010, sedangkan total pendapatan sebesar Rp. 1.576.394.639.000,- mengalami kenaikan sebesar 19,57% dibandingkan total pendapatan tahun 2010, sehingga terjadi defisit sebesar Rp. 187.874.146.000,-.

Pada komponen pendapatan daerah, APBD Kabupaten Sukabumi tahun 2011 masih didominasi yang bersumber dari dana perimbangan sebesar Rp. 1.195.515.402.000 (sekitar 75,84%) dari total pendapatan daerah, dengan alokasi DAU sebesar Rp. 972.025.825.000,- (81,31% dari total dana perimbangan). Untuk pendapatan asli daerah (PAD) Tahun 2011 sebesar Rp. 125.879.976.500,- (7,99% dari total pendapatan daerah), pajak daerah menjadi pendapatan terbesar 36,09% dari total PAD dan yang kedua bersumber dari retribusi daerah sekitar 29,86%.

Untuk komponen belanja daerah, bahwa komposisi Belanja Tidak Langsung (BTL) lebih besar daripada Belanja Langsung (BL), yaitu BTL sebesar Rp. 1.059017.013.598,- (60,03% dari total belanja daerah), sedangkan BL sebesar Rp. 705.251.771.402,- (39,97% dari total belanja daerah).

Anggaran Kesehatan di Kabupaten Sukabumi

Untuk pendapatan dari sektor kesehatan tahun anggaran 2011 sebesar Rp. 48.478.000.000,- dengan rincian sebagai berikut:

Urusan Kesehatan

Jumlah Pendapatan

Dinas Kesehatan

5.978.000.000

RSUD Sekarwangi

24.500.000.000

RSUD Palabuhanratu

12.500.000.000

RSUD Jampangkulon

5.500.000.000

Totak Pendapatan Urusan Kesehatan

48.478.000.000

Adapun untuk belanja urusan kesehatan tahun anggaran 2011 adalah sebesar Rp. 171.789.011.008 (9,74% dari total belanja daerah) masih di bawah amanat pemerintah yaitu belanja kesehatan minimal 15%. Pada komposisi BTL dengan BL di belanja urusan kesehatan lebih banyak BL sebesar Rp. 101.165.657.690 (58,89% dari total belanja urusan kesehatan) sedangkan BTLnya sebesar Rp. 70.623.353.318 (41,11% dari total belanja urusan kesehatan).

Alokasi anggaran untuk upaya kesehatan pada tahun anggaran 2011 masih didominasi oleh anggaran yang penggunaannya untuk kegiatan kuratif sekitar 53%, untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada grafik berikut :

Sedangkan untuk orientasi program kesehatan di Kabupaten Sukabumi tahun anggaran 2011, masih pada orientasi peningkatan infrastruktur sebesar 40%, hal ini bertolak belakang dengan indikator peningkatan derajat kesehatan yang menjadi prioritas utama pembangunan daerah Kabupaten Sukabumi pada poin 4 dalam RKPD 2011 yaitu melakukan peningkatan derajat kesehatan dan pelayanan sosial kabupaten sukabumi.

Jika ditinjau dari program-program yang mendukung untuk menunjang indikator kesehatan yaitu berupa layanan, lingkungan dan perilaku. Pada tahun 2011, anggaran yang terdapat di Dinas Kesehatan Kabupaten Sukabumi banyak teralokasikan untuk program-program yang mendukung kepada layanan kesehatan sebesar 15,7 Milyar (46,5%) dan program lainnya sebesar 14,1 Milyar (41,8%), sedangkan untuk anggaran yang mendukung kepada upaya perbaikan perilaku hanya sebesar 2,5 Milyar (7,6%) dan yang paling kecil adalah anggaran yang mendukung perbaikan lingkungan hanya sebesar 1,4 Milyar (4,2%).

Berdasarkan kajian analisis tersebut, pemerintah Kabupaten Sukabumi lebih mengedepankan kepada layanan kesehatan, namun hal tersebut tidak bersinergis dengan orientasi program kesehatan, yang ternyata baru pada tahap peningkatan infrastruktur kesehatan, artinya orientasi terhadap peningkatan infrastruktur lebih tinggi daripada peningkatan akses dan mutu kesehatan. Yang menjadi pertanyaan, apakah dengan orientasi program dan item-item program kesehatan tersebut dapat mengatasi permasalahan kesehatan yang ada di Kabupaten Sukabumi? Harapannya ini harus menjadi kajian bersama, bahwa permasalahan kesehatan yang muncul tentunya dapat teratasi dengan pola kebijakan, program dan anggaran kesehatan yang betul-betul memprioritaskan kepada pemenuhan kebutuhan hak dasar kesehatan bagi rakyat.